Sniper IDF Tembak Ibu Palestina Saat Ingin Bawa Jasad Sang Anak yang Sudah Dieksekusi Duluan
Anaknya ditembak IDF di jalanan Gaza Tengah. Sang ibu Palestina yang tak tega meninggalkan jasadnya, mencoba membawanya, tapi juga ditembak IDF.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Penjaga juga ditugaskan mengidentifikasi dan menghukum individu yang diberi label "bermasalah".
Mereka, para pelapor, menggambarkan "penggeledahan rutin ketika para penjaga melepaskan anjing-anjing besar ke arah tahanan yang sedang tidur, melemparkan granat suara saat pasukan menerobos masuk."
Baca juga: 17 Negara Larang Warga Israel Masuk Wilayah Mereka, Murka atas Genosida di Gaza
Menurut pelapor, pemukulan terhadap tahanan kerap dilakukan karena rasa dendam, bukan bermaksud untuk mendapatkan informasi.
Salah satu dari pelapor menceritakan bagaimana dia menyaksikan amputasi yang dilakukan terhadap tahanan pria.
Tahanan itu diamputasi karena menderita luka-luka di pergelangan tangannya yang diikat terus-menerus.
Sebagai informasi, Sde Teiman terletak sekitar 18 mil dari pagar pemisah Gaza.
Fasilitas itu dibagi menjadi dua bagian, ruang tertutup di mana sekitar 70 tahanan Palestina harus menjalani pengekangan fisik yang ekstrem dan rumah sakit lapangan di mana tahanan yang terluka tidak dapat bergerak, hanya mengenakan popok, serta diberi makan menggunakan sedotan.
IDF Tahan 20 Warga Palestina di Tepi Barat
Menyusul kesaksian dokter Israel soal kondisi tahanan di kamp militer Sde Teiman, IDF kembali menahan 20 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, Senin (3/6/2024).
Media Palestina, WAFA, melaporkan penangkapan itu terjadi pada Minggu (2/6/2024) malam hingga Senin, menurut Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, serta Masyarakat Tahanan Palestina.
Mereka mengatakan dalam pernyataan bersama, jumlah total warga Palestina di Tepi Barat yang ditahan telah meningkat mencapai hampir 9.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Angka itu termasuk individu yang ditangkap di rumah mereka, di pos pemeriksaan militer, mereka yang menyerah di bawah tekanan, dan mereka yang disandera di Tepi Barat.
Operasi penahanan tersebut disertai sabotase yang meluas, penghancuran rumah warga sipil Palestina, eksekusi di lapangan, penembakan langsung, pemukulan yang kejam, penyelidikan lapangan, dan penggunaan warga sipil sebagai tameng manusia.
Statistik ini mencakup mereka yang masih ditahan dan mereka yang kemudian dibebaskan.
Baca juga: Keluarga Sandera Israel: Jangan Biarkan Netanyahu Jadi Penghalang Gencatan Senjata
Terpisah, kelompok hak asasi manusia, Amnesty International, mengatakan pada November 2023 lalu, pihak berwenang Israel "secara dramatis meningkatkan alasan penahanan administratif" tanpa tuduhan untuk menahan warga sipil Palestina, dilansir UPI.
Amnesty International telah mendokumentasikan kasus-kasus tentara Israel yang menyiksa tahanan Palestina, termasuk "pemukulan hebat" dan "penghinaan."
Kelompok itu mengungkapkan, penyiksaan semacam itu telah terjadi "selama beberapa dekade" sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober.
(oln/khbrn/*)