Puluhan Mantan Jenderal Israel Meradang, Sebut Netanyahu CS Pembawa Malapetaka
Sekitar 30 jenderal senior Israel mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera menekan kontrak kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV - Sekitar 30 jenderal senior Israel mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera menekan kontrak kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.
Adapun daftar para jenderal yang mendesak disahkannya gencatan senjata Gaza, diantaranya ada kepala staf militer, Letnan Jenderal Herzi Halevi, komandan angkatan darat, angkatan udara dan angkatan laut, dan kepala intelijen militer.
Mengutip dari New York Times, desakan gencatan senjata sengaja digagas para jenderal senior Israel agar negara zionis ini bisa lebih fokus dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan perang dengan Hizbullah di Lebanon.
Baca juga: Eks Komandan IDF: Israel Mustahil Kalahkan Hamas, Perang di Gaza Permalukan Tel Aviv
Mengingat saat ini kondisi militer Israel di Medan perang tengah menghadapi kondisi krisis akibat kekurangan suku cadang untuk kendaraan militer, termasuk tank dan buldoser.
Tak hanya itu para militer Israel di Medan perang juga menghadapi krisis sumber daya manusia (SDM) setelah beberapa pasukan memilih untuk mengundurkan diri akibat lelah menghadapi perang yang tak berkesudahan.
"Militer mendukung penuh kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata," kata penasihat keamanan Eyal Hulata.
Meski para pejabat Israel mengatakan gencatan senjata akan menjadi cara yang paling efektif untuk menjamin pembebasan sandera Israel, namun Netanyahu dengan tegas menolak gagasan untuk memulai gencatan senjata di Gaza sementara Hamas tetap berkuasa.
Alasan ini yang kemudian membuat para jenderal Israel murka, hingga mereka kompak melayangkan kecaman, melabeli pimpinan tertinggi di Israel itu sebagai pembawa malapetaka bagi jutaan warga Israel.
“Ini sudah menjadi seperti pengemudi mabuk yang berulang kali menerobos lampu merah, melakukan pembunuhan, dan SIM-nya harus dicabut sepenuhnya,” kata Jenderal Brik mengutip Middle East Monitor.
Baca juga: Terima FKMBP Bahas Palestina, HNW Harap Pemerintah Undang Fatah dan Hamas untuk Merdekakan Palestina
"Netanyahu, Gallant, dan Halevi membuat keputusan yang dapat memicu kerusuhan di seluruh Timur Tengah dan menghancurkan Israel. Orang-orang ini seharusnya tidak diizinkan membuat keputusan yang menentukan jika kita ingin bertahan hidup, karena mereka tidak akan membawa kita ke tempat yang aman," katanya.
Israel Terancam Pecah
Belakangan ini, kabinet Netanyahu sedang menghadapi gonjang-ganjing pasca pertengahan Juni kemarin, Menteri kabinet perang Israel Benny Gantz menjadi sorotan usai mundur dari kabinet.
Tak sampai disitu beberapa petinggi di Pasukan Pendudukan Israel (IOF) kompak mengajukan pengunduran diri massal. Disusul Juru Bicara Internasional untuk militer pendudukan Israel, Letnan Richard Hecht yang ikut mengundurkan diri. Serta sejumlah tokoh penting yang tergabung dalam pasukan militer Laksamana Muda Daniel Hagari.
Tidak dijelaskan secara spesifik mengenai alasan mengapa pejabat militer Israel kompak melakukan resign massal. Namun menurut informasi yang dihimpun media lokal Channel 14, pengunduran diri mencerminkan adanya gangguan dalam Unit, akibat ketidaksepakatan antara mereka mengenai pendudukan di Rafah, Gaza, Palestina.
Terlebih sebelum resign massal digelar, PM Benjamin Netanyahu secara terus - menerus menekan militernya untuk mencari solusi cepat, guna memperluas operasi militer di Gaza.
Meski hengkangnya para pemimpin kabinet perang tidak akan meruntuhkan koalisi yang berkuasa, mengingat partai Ketahanan Israel yang berhaluan tengah hanya memiliki enam kursi di Knesset (Parlemen). Namun langkah itu berpotensi menimbulkan gelombang kejutan di seluruh lanskap politik negara Yahudi tersebut.