Tangkis Ancaman China, Filipina Beri Izin Jepang Kerahkan Pasukan di Kawasan Teritorinya
Laut yang terbentang luas dari Selat Karimata, Selat Malaka, hingga Selat Taiwan ini menjadi sumber hampir seluruh minyak mentah yang diperdagangkan.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr sah mengizinkan militer Jepang untuk mengerahkan pasukan tempurnya di teritorinya, demi menghalau ancaman dari China yang belakangan terus mengusik kawasan Laut China Selatan yang berbatasan langsung dengan Filipina.
Izin tersebut disetujui setelah Menteri Pertahanan (Menhan) Filipina Gilberto Teodoro dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Yoko Kamikawa baru saja rampung menandatangani pakta pertahanan pada Senin (08/7/2024).
Melalui Perjanjian Akses Timbal Balik Reciprocal Access Agreement (RAA) memungkinkan pengerahan pasukan Jepang-Filipina untuk menggelar latihan militer bersama, termasuk latihan tembak-menembak di sekitar pulau Filipina.
Baca juga: Filipina-Jepang Sepakati Pakta Pertahanan Demi Lawan Cina
“Kesepakatan yang pertama kali ditandatangani oleh Jepang di wilayah Asia ini akan berlaku setelah diratifikasi oleh badan legislatif kedua negara,” kata para pejabat pemerintahan Filipina, sebagaimana dikutip dari APNews.
Adapun perjanjian ini disahkan Jepang dan Filipina imbas kekhawatiran serius atas tindakan berbahaya yang dilakukan oleh Tiongkok di Laut Cina Selatan yang merupakan rute perdagangan laut tersibuk di Asia.
Dengan hadirnya militer Jepang di Filipina diharapkan bisa membantu Manila untuk melawan pengaruh Beijing di Laut Cina Selatan (LCS), wilayah yang diklaim milik maritim China, tetapi bertentangan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara.
“Filipina dan Jepang, dua negara sekutu terdekat Amerika Serikat di Asia, telah mengambil sikap tegas terhadap apa yang mereka anggap sebagai perilaku agresif kapal-kapal Cina, termasuk insiden baru-baru ini yang mengakibatkan terlukanya seorang pelaut Filipina,” ujar pejabat pemerintahan Filipina.
Selain untuk menghalau serangan China, penandatanganan ini dimaksudkan sebagai pencapaian inovatif yang akan semakin meningkatkan kerja sama pertahanan antara Filipina dan Jepang.
Awal Mula Perebutan Laut Cina Selatan
Perebutan laut Cina Selatan mulai meningkat pada sekitar tahun 1950 (Mirski, 2015).
Kawasan ini menjadi perebutan sejumlah negara lantaran didalamnya terdapatnya berbagai kekayaan minyak, gas, terumbu karang, dan kapal-kapal yang menggerakkan roda perdagangan dunia.
Laut yang terbentang luas dari Selat Karimata, Selat Malaka, hingga Selat Taiwan ini menjadi sumber hampir seluruh minyak mentah yang diperdagangkan di dunia dengan total kurang lebih 15 juta barel minyak mentah per hari.
Sebagai informasi, Laut Cina Selatan memiliki beberapa pulau yang diperebutkan, yaitu pulau Paracel dan Pulau Spratly.
Filipina sendiri mengklaim Pulau Spratly sebagai bagian dari wilayah Filipina.
Namun China mengklaim wilayah tersebut masuk kedalam zona kepemilikannya, Guna menjaga klaimnya atas LCS, China bahkan agresif membangun fasilitas militer, mendirikan pulau buatan, dan menempatkan kapal-kapal perangnya di wilayah perairan tersebut.
Tak tanggung-tanggung untuk mengusir Filipina, Dalam konfrontasi tersebut, personel penjaga pantai Cina yang bersenjatakan secara berulang kali menabrak dan menghancurkan dua kapal suplai angkatan laut Filipina. Personel penjaga pantai Cina itu juga menyita tujuh senapan angkatan laut.
Sikap ini yang membuat AS dan sejumlah negara di Asia Tenggra khawatir Washington bahkan mengatakan akan membela Filipina, jika pasukan, kapal, dan pesawat terbangnya mendapat serangan bersenjata dari Pasukan China di Laut Cina Selatan.