Perang Terus Berlanjut, Defisit Keuangan Israel Meningkat hingga Rp 639,7 Triliun
Postur keuangan negara Israel dilaporkan terimbas langsung karena berlarutnya Perang Gaza. Saat Hamas tetap eksis, Israel mengalami defisit fiskal
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Faktor geopolitik tersebut antara lain prediksi kalau akan perang akan berkepanjangan dan bahkan lebih sengit dan parah dengan kelompok perlawanan Palestina.
Hal itu masih ditambah peningkatan risiko eskalasi konflik dengan Hizbullah di perbatasan utara.
Gubernur Bank Sentral Israel, Amir Yaron, mengatakan dalam konferensi pers yang diadakan di Yerusalem yang diduduki, Rabu (10/7/2024) kalau pihaknya “berasumsi bahwa perang akan berlanjut dengan intensitas yang lebih tinggi hingga akhir tahun 2024, dan akan berakhir pada awal tahun 2025, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya” pada bulan April.
Bank Sentral Israel tersebut memperkirakan perekonomian hanya akan tumbuh sebesar 1,5 persen pada tahun 2024, turun dari perkiraan sebelumnya pada bulan April sebesar 2 persen.
Bank sentral juga menurunkan perkiraan pertumbuhan di tahun mendatang menjadi 4,2 persen dari perkiraan 5%.
Bank of Israel mempertahankan suku bunga sebesar 4,5% untuk pertemuan keempat berturut-turut kemarin, yang sejalan dengan ekspektasi sebagian besar ekonom.
Januari lalu, Bank Sentral Israel menurunkan suku bunga pinjaman dasar untuk pertama kalinya dalam hampir 4 tahun sebesar 25 basis poin dari 4,75 persen, untuk mendukung keluarga dan perusahaan mengingat kerusakan perekonomian akibat perang di Jalur Gaza dan dengan menurunnya lingkungan inflasi.
“Perekonomian menghadapi ketidakpastian yang ekstrim. Laju pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal kedua, dan pembatasan pasokan mempengaruhi konvergensi aktivitas ekonomi dengan tren yang terjadi sebelum perang,” kata Yaron
Pada saat yang sama, Yaron menekankan bahwa premi risiko yang ditanggung Israel berada pada “tingkat tinggi dan terus meningkat dalam beberapa periode terakhir.”
Premi Risiko
Yaron menambahkan, “Premi risiko yang tinggi dalam jangka waktu yang lama berdampak negatif pada aktivitas perekonomian riil.” Perang di Gaza belum berakhir selama 9 bulan, dan kemungkinan meluasnya cakupan hingga mencakup Hizbullah.
Yaron menunjukkan bahwa sejak keputusan suku bunga terakhir, syikal telah melemah sekitar 1,3% terhadap dolar, dengan volatilitas yang tinggi seiring dengan berbagai perkembangan lingkungan geopolitik.
Meningkatnya perang yang sedang berlangsung di front utara dengan Hizbullah di Lebanon menimbulkan kekhawatiran bagi Bank Sentral, karena eskalasi ini akan menyebabkan tambahan pengeluaran pertahanan dan sipil, yang menyebabkan peningkatan defisit fiskal dan melemahnya syikal.
Gubernur Bank of Israel mendesak para pembuat kebijakan untuk mematuhi tanggung jawab fiskal untuk mencegah defisit menjadi tidak terkendali selama masa perang yang sulit dan tidak pasti saat ini.
“Jika keputusan yang diambil mencakup penambahan anggaran pertahanan secara permanen, penyesuaian lain harus dilakukan,” kata Yaron.