Kepala IDF Akan Mundur setelah Gencatan Senjata di Gaza, Singgung Tujuan Perang Belum Tercapai
Kepala Staf IDF, Herzi Halevi, mengatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya setelah gencatan senjata di Gaza terwujud.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.com - Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevi, mengatakan akan segera mengundurkan diri dari jabatannya setelah gencatan senjata sementara di Gaza tercapai.
Hal ini disampaikan Halevi dalam diskusi tertutup, media Israel melaporkan pada Senin (19/8/2024), mengutip sebuah sumber.
Sumber itu menambahkan pejabat militer lainnya juga diperkirakan mengundurkan diri bersama Halevi.
Halevi telah mengindikasikan, tujuan perang di Gaza yang belum tercapai "adalah pengembalian para tawanan dan pemusnahan Yahya Sinwar", menurut media Israel, dikutip Al Mayadeen.
Pada Minggu (18/8/2024), media Israel melaporkan, selama pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Halevi menyatakan "ada syarat untuk kesepakatan tersebut (gencatan senjata) dan adalah hal yang bijaksana untuk melakukan negosiasi demi mencapai hasil terbaik."
Mengenai Koridor Philadelphi, jenderal tertinggi IDF itu mengatakan ia "tidak menyarankan agar kita (Israel) menjadikannya hambatan dalam mencegah memulangkan 30 tahanan Israel pada tahap pertama."
Halevi sebelumnya mengakui bertanggung jawab atas kegagalan IDF dalam mencegah Operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
"Sebagai komandan IDF, saya bertanggung jawab atas fakta kegagalan kami dalam melindungi warga Israel pada 7 Oktober," ujarnya pada Mei 2024 lalu.
Saat itu, ia menambahkan, "Saya adalah komandan yang mengirim putra-putri Anda ke medan perang dan ke tempat-tempat di mana mereka diculik."
Halevi juga mengakui tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit.
Ia juga mengakui Israel membayar harga yang mahal dalam perang di Gaza.
Baca juga: Eks Jenderal Israel: Kami Tak Siap Hadapi Rudal Iran dan Proksinya, Seluruh Negara Akan Hancur
Perpecahan internal Israel tampaknya bukan hanya isapan jempol belaka, sebagaimana dibuktikan oleh pernyataan yang saling bertentangan dari para pemimpin politik dan militer tentang perang di Gaza, tujuannya, dan rencana pasca-perang.
Perbedaan ini menggarisbawahi krisis yang lebih luas di Israel, yang diperparah oleh meningkatnya tekanan dari para pemukim.
Protes yang dilakukan hampir setiap hari oleh para pemukim menuntut kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk mengamankan pembebasan tawanan Israel.