‘Pencabutan’ Tap MPRS 33/1967 menjadi tonggak penting pemulihan nama baik Sukarno, tetapi apa yang masih perlu diluruskan?
Penyerahan surat pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tentang tidak berlakunya Ketetapan XXXIII/MPRS/1967 kepada keluarga…
Penyerahan surat pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tentang tidak berlakunya Ketetapan XXXIII/MPRS/1967 kepada keluarga mantan Presiden Sukarno disambut baik sejarawan dan pengamat politik. Namun, mengapa baru sekarang gestur itu dilakukan?
Sejumlah media memberitakan bahwa MPR “mencabut” Tap MPRS 33/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno pada Senin (09/09).
Seperti diketahui, dekrit yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Indonesia pada tahun 1967 yang menuduh mantan Presiden Sukarno mendukung dan melindungi para pelaku Gerakan 30 September (G30S).
Akan tetapi, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut pihaknya melalui surat pimpinan itu “menegaskan“ bahwa dekrit MPRS itu tidak berlaku sejak 2003.
Dokumen itu sendiri merupakan tanggapan dari surat Menteri Hukum dan HAM tentang tindak lanjut tidak berlakunya Tap MPRS 33//1967.
Politikus Golkar itu menambahkan penyerahan dokumen itu kepada keluarga Presiden Sukarno itu “secara yuridis” diperlukan karena masih ada “persoalan yang bersifat psikologis dan politis yang harus dituntaskan”.
Putra sulung Sukarno, Guntur Soekarnoputra, menyatakan ahli waris Sukarno sudah “menunggu selama lebih dari 57 tahun” untuk keadilan terhadap ayahnya.
Guntur mengatakan keluarga saat ini mengharapkan adanya rehabilitasi nama baik Sukarno atas tuduhan pengkhianatan yang menimpa proklamator Indonesia itu.
“Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan [...] itu telah memberikan luka yang sangat mendalam [baik] bagi keluarga besar kami maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis,” ujar Guntur pada Senin (09/09).
Asvi Warman Adam, sejarawan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut pemberian gelar pahlawan kepada Sukarno—bersama Muhammad Hatta—pada tahun 2012 sebetulnya sudah memulihkan nama baiknya.
“Yang dilakukan sekarang ini [...] menurut saya adalah menegaskan kembali. Menurut saya perlu diluruskan istilahnya. [Bukan] mencabut,” ujar Asvi.
Walau dirinya mengakui surat pimpinan MPR itu menyempurnakan pemulihan nama baik Sukarno, Asvi mempertanyakan pemilihan waktu MPR dengan mengadakan silaturahmi dengan keluarga Sukarno pada Senin (09/09).
“Itu yang bagi saya juga tanda tanya. Apakah ini ada keinginan untuk mengadakan pendekatan dari pemerintah—dalam hal ini misalnya Presiden terpilih Prabowo [Subianto] dengan Megawati [Soekarnoputri], misalnya,” tutur Asvi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.