Seberapa Besar Kemungkinan Tercapainya Kesepakatan Gencatan Senjata di Lebanon?
Pejabat Israel tampaknya telah menolak usulan gencatan senjata langsung selama 21 hari di Lebanon, di tengah minggu permusuhan paling mematikan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat Israel tampaknya telah menolak usulan gencatan senjata langsung selama 21 hari di Lebanon, di tengah minggu permusuhan paling mematikan antara Israel dan Hizbullah.
Hassan Barari, profesor hubungan internasional di Universitas Qatar, mengatakan bahwa meskipun gencatan senjata bukan hal yang mustahil, hal itu tampaknya tidak mungkin terjadi sebelum pemilihan presiden AS antara Kamala Harris dan Donald Trump.
"Netanyahu ingin melihat Trump menjabat, dia tidak ingin memberi [pemerintahan Biden] terobosan politik apa pun yang dapat digunakan dalam pemilu,"kata Barari.
"Ia merasa pasukannya sedang berada di jalur cepat menuju kemenangan, jadi tidak ada yang memotivasinya untuk menghentikan perang kecuali ada kesepakatan yang memenuhi semua tuntutannya," tambah analis tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan tujuannya adalah untuk memisahkan intervensi Hizbullah dari perang di Gaza, mengembalikan penduduk ke Israel utara dan mengklaim kemenangan.
"Di sisi lain, Hizbullah adalah gerakan ideologis yang bersedia berkorban," kata Barari.
"Mereka memiliki kemampuan untuk melawan lebih banyak, tetapi masyarakat Lebanon terpecah dan Israel berusaha membuat masyarakat menentang Hizbullah. Ini adalah masalah yang perlu ditangani."
Jepang serukan warganya untuk meninggalkan Lebanon
Dalam perkembangan lain terkait konflik Israel dengan Hizbullah, Jepang menjadi negara terbaru yang mendesak warganya untuk meninggalkan Lebanon di tengah meningkatnya serangan Israel.
Baca juga: Turki, China, Australia, Amerika, Inggris Evakuasi Warganya dari Lebanon
"Saat ini kami tengah memeriksa keselamatan warga negara Jepang yang tinggal di Lebanon, sekaligus mendesak mereka untuk meninggalkan negara ini sementara penerbangan komersial reguler masih beroperasi", kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi pada hari Jumat.
Pemerintah Jepang juga berencana untuk mengirimkan pesawat militer ke Yordania, di mana pesawat tersebut akan bersiaga untuk mengevakuasi warga negara Jepang yang terlantar dari Lebanon, menurut laporan media, termasuk dari Kyodo News Jepang.
Banyak negara lain yang telah menyarankan warganya untuk meninggalkan atau menghindari perjalanan ke Lebanon. Negara-negara tersebut termasuk Italia, Belgia, Inggris, AS, Rusia, India, Australia, dan Malaysia.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)