Di Pertemuan DK PBB, Israel dan Iran Saling Tuduh karena Bahayakan Perdamaian Timur Tengah
Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, Iran dan Israel menegaskan haknya untuk membela diri.
Penulis: Nuryanti
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Israel dan Iran saling tuduh karena membahayakan perdamaian Timur Tengah.
Tuduhan tersebut disampaikan dalam adu pendapat sengit di sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK PBB), Senin (28/10/2024).
Pertemuan itu diadakan setelah Israel menyerang target militer Iran, Sabtu (26/11/2024).
Israel melakukan serangan udara di lokasi militer di Iran sebagai tanggapan atas serangan rudal Teheran pada 1 Oktober 2024 terhadap Israel.
Adapun serangan Iran itu merupakan balasan atas terbunuhnya para pemimpin militan yang didukung Iran dan seorang komandan Garda Revolusi.
Kini, pada pertemuan Dewan Keamanan PBB yang diminta oleh Iran, masing-masing negara menegaskan haknya untuk membela diri.
“Agresi Israel terhadap Iran jelas terlihat dan tidak terjadi secara terpisah."
"Serangan agresif ini merupakan bagian dari pola agresi yang lebih luas dan berkelanjutan serta impunitas yang tidak terkendali yang terus dilakukan Israel untuk mengganggu stabilitas seluruh kawasan,” ujar duta besar Iran, Amir Saeid Iravani kepada dewan tersebut, Senin, dilansir Arab News.
“Pelanggaran hukum internasional yang terus-menerus dan sistematis oleh Israel, dan keterlibatan militer di wilayah Palestina, Lebanon, Suriah, dan Yaman seharusnya memicu kecaman tegas oleh dewan," tambahnya.
Duta besar Iran itu mengulangi ancaman Iran untuk membalas setelah serangan udara Israel pada akhir pekan.
Namun, menurut Iravani, Teheran lebih suka diplomasi.
Baca juga: PM Netanyahu Tuduh Iran Stok Bom Nuklir untuk Hancurkan Israel
Sementara itu, duta besar Israel Danny Danon mengatakan negaranya telah membela diri setelah serangan rudal 1 Oktober oleh Iran.
"Kami berjanji bahwa tindakan mereka tidak akan dibiarkan begitu saja," kata Danon.
"Iran telah menyebarkan kekerasan, kekacauan, dan kehancuran di seluruh Timur Tengah."