Kala Muhammad Ali Salat Jadi Makmum Diimami Sekjen Hizbullah Naim Qassem
Solidaritas dengan perjuangan Palestina juga sesuatu yang sangat menyentuh hati Muhammad Ali. Dia rela datang ke kota paling berbahaya di dunia.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Solidaritas dengan perjuangan Palestina juga merupakan sesuatu yang sangat menyentuh hati Muhammad Ali.
"Ia mengunjungi Beirut, termasuk Dahieh, pada tahun 1985 sebagai bagian dari misi kemanusiaan untuk merundingkan pembebasan sandera Amerika dan Arab Saudi, memanfaatkan ketenaran dan pengaruhnya di seluruh dunia untuk menjadi perantara perdamaian dan menunjukkan solidaritas dengan mereka yang terkena dampak Perang Saudara Lebanon yang menghancurkan," tulis Omar.
Juara dunia kelas berat tiga kali ini sangat berkomitmen pada keadilan sosial dan sering melibatkan diri dalam berbagai isu politik, termasuk solidaritas Palestina dan advokasi kemanusiaan.
Komitmen ini pula yang memotivasi kunjungan Muhammad Ali ke tempat yang pada saat itu digambarkan sebagai “kota paling berbahaya di dunia”.
Dalam kunjungan sebelumnya ke Beirut pada tahun 1974, sebagai bagian dari tur Timur Tengah, Ali mengatakan kalau, “Amerika Serikat adalah benteng Zionisme dan imperialisme.”
Dalam perjalanannya berikutnya, Ali menyatakan, “Saya menyatakan dukungan terhadap perjuangan Palestina untuk membebaskan tanah air mereka dan mengusir penjajah Zionis.”
Kunjungan ke Beirut pada bulan Februari 1985 tercantum dalam kronologi kemanusiaan situs web Muhammad Ali Centre , yang menyatakan:
“Muhammad Ali menegosiasikan pembebasan empat sandera warga negara AS dan seorang sandera Arab Saudi yang ditawan oleh penculik tak dikenal di Beirut Barat, Lebanon, atas nama pemerintahan Reagan. Hizbullah telah mengumumkan keberadaannya dengan manifesto yang menyatakan tujuannya untuk melenyapkan Israel. Saat berada di Lebanon, Ali menghadiri salat di sebuah masjid di Beirut.”
Masjid yang dimaksud adalah Masjid Imam Ali Reda, di daerah Bir Al-Abed, Dahieh.
Hanya sebulan berselang, sebuah bom mobil meledak di luar masjid, menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai 175 orang.
Pengeboman itu terkait dengan CIA .
"Dalam sebuah pertunjukan koeksistensi sektarian Muslim, Ali dan rombongannya bergabung dalam salat berjamaah yang diikuti oleh penganut Sunni dan Syiah, yang dipimpin oleh Naim Qassem muda," kata Omar menjelaskan latar belakang video di media sosial tersebut.
Namun, Ali akhirnya gagal membebaskan para sandera.
Kala itu, LA Times mencatat: "Selama empat hari tinggal di Beirut, Ali bertemu dengan beberapa ulama Muslim Syiah dan menghadiri salat Jumat. Ia tidak melakukan kontak dengan pemerintah Lebanon atau pemimpin milisi Muslim."