'Kakek saya adalah pembunuh massal terbesar dalam sejarah' — Kesaksian cucu komandan Nazi
Kai sedang menyimak pelajaran sejarah di bangku kelas 6 SD ketika guru sejarahnya menyebut nama yang menarik perhatiannya: Rudolf…
"Ketika dia menelepon saya, saya ingin marah kepada pria ini.”
"Saya merasa tidak enak, tapi saya pikir, dia ayah saya, dan saya mencintainya. Dia sudah tua sekarang, dia berusia 80-an, mari kita membangun hubungan."
Kembali ke Auschwitz
Berusaha untuk menghadapi masa lalunya, Kai dan ayahnya yang berusia 87 tahun, Hans Jürgen Höss, memutuskan untuk menjadi bagian dari film dokumenter "The Commander's Shadow" dan menceritakan kisah mereka.
Dalam film layar lebar yang ditayangkan perdana di Festival Film Sedona, ayah dan anak ini menghadapi trauma antargenerasi akibat tindakan Rudolf saat bertemu dengan salah satu korban Auschwitz .
“Hal yang paling berkesan bagi saya, yang menyentuh hati saya, adalah bertemu dengan perempuan ini, yang berusia 90 tahun, yang menderita di kamp konsentrasi, dan mengajaknya berada di rumah kami dan minum kopi bersama, serta melihatnya tersenyum.
"Sadarilah bahwa ada rekonsiliasi, pengertian, pengampunan, cinta. Ya, itu bisa dicapai."
Selain itu, Kai dan Hans mengunjungi Auschwitz.
"Minggu itu saya patah hati. Saya menangis setiap hari di waktu yang berbeda. Melihat tempat ini, benda ini, yang diciptakan kakek saya untuk memusnahkan orang.
“Kami mencatat di peron tempat kereta tiba dengan orang-orang Yahudi dari seluruh Eropa, mereka dipindahkan seperti ternak ke Auschwitz, ada yang meninggal karena kondisi perjalanan.
"Itu adalah salah satu luka terdalam yang masih membekas di hati saya."
Yang lebih menyakitkan lagi adalah pengalaman Hans, yang membaca kutipan dari buku ayahnya untuk pertama kali dan mengunjungi tempat ayahnya dibawa ke tiang gantungan, dihukum karena kejahatannya terhadap kemanusiaan.
“Anda bisa melihatnya menangis,” kenang Kai tentang ayahnya saat berkunjung ke Auschwitz.
"Dia berdiri diam di sana dengan alat bantu jalannya dan mengatakan sesuatu seperti 'ayahku mendapat hukuman yang adil atas kejahatannya’.”
Kai mengatakan dia sudah membicarakan kejahatan kakeknya dengan kedua anaknya, yang berusia 12 dan 7 tahun, dan berharap percakapan ini tetap terbuka dengan mereka di masa depan, karena dia yakin penting untuk menjaga pengalaman Holokos tetap hidup untuk mencegahnya terulang kembali.
*Artikel ini diadaptasi dari wawancara Jo Fidgen dan diproduksi oleh Julian Siddle untuk program BBC Outlook. Jika Anda ingin mendengar versi aslinya dalam bahasa Inggris, Anda dapat menyimaknya di sini.
Klik di sini untuk membaca lebih banyak cerita dari BBC News Indonesia.