'Tantangan Eksistensial' di Putaran Akhir Konferensi Polusi Plastik Global
Banyak negara berkumpul di Busan untuk membicarakan perjanjian krisis plastik global yang telah menjadi ancaman eksistensial bagi…
Valdivieso membuat dokumen alternatif yang dimaksudkan untuk mensintesis pandangan para delegasi dan menuntun negosiasi untuk maju perlahan menuju kesepakatan. Dokumen ini lebih ringkas dengan hanya 17 halaman dan menyoroti beberapa poin kesepakatan, termasuk perlunya mempromosikan penggunaan kembali sampah plastik.
Namun, pada awal pembicaraan, Senin (25/11), Arab Saudi, yang mewakili negara-negara Arab, menyebut dokumen tersebut "tidak dapat menjadi dasar negosiasi kami". "Realitanya, banyak negara merasa tidak terwakili dalam dokumen itu,” ungkap Kepala Delegasi Arab Saudi, Eyad Aljubran.
Busan jadi penentu kesepakatan
Beberapa pengamat percaya, pembicaraan ini kemungkinan besar akan gagal dan diperpanjang, terutama setelah negosiasi sulit saat konferensi iklim dan keanekaragaman hayati PBB dalam beberapa pekan terakhir.
Namun, baik Andersen maupun Valdivieso bersikeras bahwa kesepakatan harus dicapai di Busan. Hal ini membuat beberapa kelompok lingkungan khawatir, kesepakatan itu akan dilemahkan agar dapat ditandatangani dan diakhiri.
"Setelah dua KTT berturut-turut gagal membahas isu alam dan iklim, Busan perlu menjadi tempat perlindungan dari kelambanan lebih lanjut," ujar WWF, Senin (25/11).
Kunci dari kesepakatan apa pun adalah Amerika Serikat (AS) dan Cina, yang keduanya belum secara terbuka memihak pada salah satu blok.
Awal tahun ini, Washington sempat meningkatkan harapan dengan menunjukkan dukungan untuk beberapa batasan pada produksi plastik, di mana sikap itu kini dilaporkan berubah.
Terpilihnya kembali Donald Trump, juga memunculkan pertanyaan tentang seberapa ambisius delegasi AS nantinya, dan apakah para negosiator perlu berusaha untuk mencari dukungan mereka jika perjanjian tidak mungkin diratifikasi oleh Washington.
Beberapa produsen plastik ikut mendorong pemerintahnya untuk fokus pada pengelolaan limbah dan penggunaan kembali limbah plastik. "Kami melihat peluang besar bagi perjanjian ini untuk memberikan nilai pada limbah,” kata Chris Jahn, Sekretaris Dewan Asosiasi Kimia Internasional, kepada AFP.
Namun, yang lain mendukung kesepakatan dengan standar globalnya, termasuk pada tingkat produksi plastik yang "berkelanjutan".
"Jadi, kita harus berusaha untuk menjaga agar plastik-plastik tersebut tetap berada di dalam perekonomian dan tidak mencemari lingkungan,” kata Jahn.
kp/ha (AFP, AP)