Menkes: Sertifikasi Halal untuk Farmasi Berbeda dengan Makanan
Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal, khususnya produk farmasi yang bergulir di DPR masih mengundang kontroversi.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS, JAKARTA - Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal, khususnya produk farmasi yang bergulir di DPR masih mengundang kontroversi.
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi mengatakan semua pihak yang menginginkan adanya sertifikasi halal obat untuk proporsional dan fleksibel demi kemaslahatan umat. Apalagi obat menyangkut kedaruratan, hidup dan mati pasien, apa yang tidak halal menjadi boleh.
"Produk farmasi ini dilihat lebih pada gunanya, karena ini menyangkut hidup mati si pasien," kata Menkes. Ia mengaku sudah berkonsultasi dengan ahli agama Islam masalah ini.
Menkes mengingatkan bahwa sertifikasi halal untuk makanan dan farmasi adalah sesuatu yang berbeda.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai Rancangan Undang-Undang Sertifikasi Halal yang tengah dibahas di DPR akan makin merepotkan kalangan pengusaha. Regulasi itu, menurut Sofjan, akan saling tumpang tindih lantaran pengaturan soal haram sudah dipegang oleh MUI.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan setiap produk obat yang beredar telah melakukan skrining pre market obat (sebelum disetujui beredar) menggunakan kriteria penilaian keamanan, khasiat dan mutu sesuai standar internasional.
"Bahan yang bersumber dari hewani harus menyebutkan secara jelas asalnya dan menyertakan sertifikat halal bila diperlukan," ujar Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI, Retno Tyas Utami di Jakarta, Senin (4/11/2013).
Bila dalam formula ada bahan bersumber dari hewan yang termasuk tidak halal maka produknya harus mengikuti ketentuan pencantuman label yang berlaku dengan menyebut sumber hewan tersebut.
"Badan POM melakukan audit kepada produsen untuk memastikan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB) diterapkan secara konsisten oleh produsen," katanya.
Sertifikat izin edar diberikan bila produk telah memenuhi ketiga kriteria melalui serangkaian pengujian bukti-bukti yang valid dari aspek keamanan, khasiat dan mutu.
Terkait RUU Jaminan Produk Halal (JPH), ia mengatakan masukan Badan POM sudah diserahkan ke Kementerian Kesehatan dan diadopsi sebagai masukan pemerintah bidang Kesehatan.
"Apabila ada obat yang sudah terdaftar di BPOM, yang ingin mencantumkan halal dalam labelnya, harus mendaftar ke MUI untuk sertifikasi halal. Badan POM hanya memberikan persetujuan pencantuman saja setelah ada sertifikat dari MUI," tegas Retno.