Ada 70 Ribu Rumah Tidak Layak Huni di Garut, Lebih Dari 4 Ribu Warga Garut Terdiagnosa Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis yang berasal dari bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang tumbuh ditempat lembap di kabupaten Garut pun tinggi.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Masih banyaknya warga yang memiliki rumah dari bilik bambu dengan tata pencahayaan yang hanya sedikit membuat jadi kendala kabupaten Garut di sektor kesehatan.
Alhasil angka penyakit tuberkulosis yang berasal dari bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang tumbuh ditempat lembap di kabupaten Garut pun tinggi.
Di 2019 lalu tercatat ada 4.788 warga Garut yang terduga tuberkulosis yang terdiagnosa dan diobati.
Bupati Garut Rudy Gunawan bahkan menyebutkan saat ini jumlah rumah yang tidak layak huni di Garut mencapai 70 ribu unit dengan ukuran rata-rata 5x7 meter persegi.
“Kami di Garut berdasarkan data sekitar 70 ribu rumah masih tidak layak huni dan rumahnya berusia lanjut ada bakteri yang tiap hari diidap oleh penghuni rumah,” ucap Rudy di acara FGD Tuberkulosis Garut, di kantornya, Rabu (29/1/2020).
Pemerintah Garut pun telah menyiapkan dana sebesar Rp 10 miliar untuk mengatasi rumah layak huni.
Selain berganti dari bilik, rumah-rumah warga tersebut juga akan dipasangkan ventilasi dan dilengkapi fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Baca: Geger Temukan Ladang Ganja di Kawasan Gunung Guntur Kabupaten Garut
Baca: Injak Kitab Suci Karena Pacar yang Cemburu Minta Bersumpah, Pria Ini Minta Maaf
“Kita siapkan Rp 10 miliar untuk rumah tidak layak huni, dari bilik ke material GRC,” pungkas Rudy.
Kepala Dinas Kabupaten Garut, dr. Maskut Farid MM menambahkan selain kondisi rumah sampai saat ini belum ada kesadaran pada masyarakat terhadap penyakit masih rendah.
Kemudian banyak penderita tuberkulosis yang tidak menjalani keseluruhan terapi penyembuhan tuberkulosis, gizi, dan adanya penyakit bawaan juga turut menjadi faktor penyebab tuberkulosis di Garut.
“Terapi TB ini kan jangkanya panjang mereka berobat tapi berhenti artinya kita edukasi supaya itu gak terjadi,” pungkas dr. Maskut.