Puskesmas Diharapkan Aktif Monitor Pengetahuan Gizi Ibu
Belum semua masyarakat di Indonesia, utamanya ibu-ibu, mengetahui efek samping susu kental manis (SKM) jika diberikan kepada anak-anak.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum semua masyarakat di Indonesia, utamanya ibu-ibu, mengetahui efek samping susu kental manis (SKM) jika diberikan kepada anak-anak.
Ketidaktahuan itu, disinyalir karena kurangnya sosialisasi.
Apalagi kepada masyarakat di daerah pedesaan atau ibu-ibu yang mungkin belum tersentuh dengan jaringan internet sama sekali.
Padahal, menurut Meida Octarina, MCN, Asisten Deputi Ketahanan Gizi, KIA dan Kesling, Kemenko Kesra/PMK (2010-2019), sosialisasinya bisa dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan Puskesmas dan kader Posyandu.
“Ini perlu monitor dari Kemenkes dan BPOM sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam penanggulangan gizi buruk dan stunting,” ujarnya, Rabu (12/8).
Baca: Mendagri Tito Sebut Dokter yang Bertugas di Puskesmas Garda Terdepan dalam Penanganan Covid-19
Jadi, kata Meida, Dinkes Provinsi dan kabupaten/kota untuk tingkat daerah dan BPOM dengan Balai POM Provinsi, harus aktif mengawasi semua Puskesmas agar ikut aktif melakukan sosialisasi kepada para ibu yang ada di wilayahnya bahwa SKM itu bukan susu sehingga tidak baik jika diberikan kepada bayi dan anak-anak.
Peraturan soal susu kental manis ini sudah ada sejak tahun 1975, di mana Menteri Kesehatan saat itu yang dijabat oleh Gerrit A. Siwabessy mengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan nomor 76/Men.kes/Per/XII/75 tentang ketentuan peredaran dan penandaan susu kental manis.
Dalam aturan tersebut, tercantum susu kental manis adalah susu murni atau susu lainnya yang penggunaannya disamakan dengan susu murni yang telah diuapkan, sehingga mencapai kekentalan sedemikian rupa, dan yang mempunyai kadar gula tinggi.
Pasal 2 aturan itu menyatakan susu kental manis hanya diperkenankan diedarkan dengan maksud untuk digunakan sebagai makanan atau minuman bagi anak-anak atau orang dewasa. Anak-anak yang dimaksud dalam aturan itu adalah anak-anak berusia di atas satu tahun dan belum termasuk dewasa.
Aturan itu hanya melarang susu kental manis dikonsumsi oleh bayi yang berusia mulai dengan satu hari sampai 12 bulan.
Kemudian pada tahun 2014, keluar lagi aturan baru soal susu kental manis yakni Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 49 tahun 2014 tentang standar mutu gizi, pelabelan, dan periklanan formula pertumbuhan dan formula pertumbuhan anak usia 1-3 tahun.
Permenkes itu sekaligus menggugurkan aturan Menteri Kesehatan tahun 1975 tentang Susu Kental Manis. Kemenkes menyatakan bahwa produk Kental Manis bukan termasuk susu karena tidak bernutrisi.
Kemenkes menyatakan Kental Manis tidak diperuntukan untuk Balita karena kadar gulanya lebih tinggi ketimbang kandungan protein. Namun iklan di layar kaca menampilkan seolah-olah dijadikan minuman sehat bagi keluarga.