Menkes Sebut Sampel Darah Balita Gagal Ginjal Akut Mengandung Bahan Kimia Berbahaya
Sudah ada 99 balita yang meninggal akibat gagal ginjal akut. Diduga disebabkan oleh konsumsi obat sirup yang mengandung zat kimia berbahaya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa saat ini sudah ada 99 balita yang meninggal akibat gagal ginjal akut.
Kondisi ini diduga disebabkan oleh konsumsi obat sirup yang mengandung zat kimia berbahaya seperti etilen glikol dan dietilen glikol, karena pemeriksaan telah dilakukan terhadap puluhan balita itu.
"Intinya memang sudah 99 balita yang meninggal, terus 99 balita itu kita periksa ada kandungan zat kimia berbahaya di dalamnya, etilen glikol," ujar Budi Gunadi, kepada wartawan, Kamis (20/10/2022).
Ia menjelaskan bahwa sampel darah dari balita tersebut telah diambil dan di dalamnya terdapat kandungan zat kimia yang dapat merusak ginjal.
Baca juga: FAKTA Penyakit Gagal Ginjal Akut di Indonesia, Kasus di Daerah hingga Penjualan Obat Sirup Disetop
Selanjutnya, rumah balita itu pun turut didatangi untuk diminta sampel obat yang dikonsumsi dan ternyata mengandung zat kimia tersebut.
"Kita tarik ambil darahnya, kita lihat ada bahan kimia berbahaya merusak ginjal. Kemudian kita datangi rumahnya, kita minta obat-obatan yg ia minum, itu mengandung juga bahan-bahan tersebut," kata Budi Gunadi.
Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti temuan ini, Kementerian Kesehatan pun telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar memastikan mana obat-obatan yang harus ditarik dari peredaran.
"Jadi sekarang kita berkoordinasi dengan BPOM supaya bisa cepat dipertegas itu obat-obatan mana yang harus kita tarik," jelas Budi Gunadi.
Ia mengakui bahwa saat ini pemerintah dan masyarakat tengah 'berburu dengan waktu', karena angka kematian akibat gagal ginjal akut telah mencapai puluhan per bulan.
Sementara itu, kasus yang terdeteksi mencapai 35 dalam 1 bulan.
"Karena meninggalnya ini sudah sampai puluhan per bulan dan yang terdeteksi kita sekitar 35 sebulan," tegas Budi Gunadi.