Polusi Udara Tingkatkan Risiko Penyakit Respirasi, Beban BPJS Jadi Melonjak
Sejumlah penyakit respirasi berisiko muncul akibat paparan polusi dengan prevalensi tinggi, seperti pneumonia, asma dan kanker paru.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polusi udara menjadi masalah lingkungan yang berdampak pada kesehatan manusia. Sejumlah penyakit respirasi berisiko muncul akibat paparan polusi dengan prevalensi tinggi, seperti penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), pneumonia, asma, kanker paru dan TBC.
Faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi ini pun cukup tinggi.
PPOK memiliki risiko 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen.
Nyatanya, penyakit respirasi juga memberikan tekanan pada anggaran BPJS untuk menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi cenderung alami peningkatan tiap tahunnya.
Pneumonia menelan biaya sebesar Rp. 8,7 triliun, tuberkulosis Rp. 5,2 triliun, PPOK Rp. 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp. 766 miliar.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pun ungkapkan pemerintah terus mendorong upaya pencegahan masyarakat mengalami dampak dari polusi udara.
Baca juga: Polusi Udara Berkepanjangan Bisa Picu Perubahan Iklim hingga Gelombang Panas
Di sisi lain, Budi mengatakan jika mengatasi polusi harus dilakukan secara bersama-sama.
“Upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor. Karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama," ungkap Budi dilansir dari website resmi Kemenkes, Senin (31/7/2023).
Baca juga: Polusi Udara Bahayakan Tubuh saat Bekerja, Apa Solusinya?
"Kita berharap generasi masa depan tetap dapat menghirup udara segar dan sehat serta anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal,” tambah Budi.