Rokok Jadi Faktor Risiko Kanker Paru, Penderita Kerap Terlambat Berobat
Saat ini satu dari 10 anak usia 10-18 tahun adalah perokok aktif saat ini di dunia termasuk Indonesia
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Faktor risiko ini termasuk polusi udara yang disengaja, seperti asap rokok yang dihasilkan oleh perokok. Selain itu, polusi udara yang tidak disengaja, seperti perokok pasif atau paparan polusi tinggi di tempat kerja atau daerah tinggal, juga berperan.
“Mendeteksi kanker paru-paru secara dini sangat penting, karena gejala sering muncul ketika penyakit sudah dalam stadium lanjut. Gejala ini meliputi batuk yang persisten, nyeri dada, dan kesulitan bernapas yang tidak membaik dengan pengobatan," ungkapnya.
"Meskipun kanker paru adalah kondisi serius, kemajuan dalam perawatan medis memberikan harapan, dan berhenti merokok serta meminimalkan paparan risiko sangat penting untuk pencegahan,” ujar Elisna.
Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr.Theresia Sandra D. Ratih, MHA mengatakan dari 4 penyakit kanker yang saat ini bisa dicover oleh BPJS Kesehatan, yakni kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru dan colorecta.
Dia menekan, membawa keluarga untuk menjalani screening penting. "Kanker paru setelah diderita 6 bulan biasanya sudah masuk stadium 4," ujar dr Theresia.
"Umumnya penderita kanker paru enggan diskrining karena takut ketahuan penyakit yang deritanya dengan mitos takut cepat meninggalnya jika penyakitnya sudah ketahuan. Ini jadi lelucon kami di lapangan padahal jika lebih cepat diskrining jadi lebih cepat ditangani," imbuhnya.
Karena itu, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan tidak hanya dalam pengobatan kanker paru-paru saja, namun juga pembiayaan skrining untuk deteksi dini juga ditanggung oleh pemerintah.
Hal ini sesuai dengan mekanisme pembiayaan kapitasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023, tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program JKN.
Sasaran skrining ditujukan bagi usia 45-71 tahun dengan kriteria perokok aktif atau pasif atau berhenti merokok kurang dari 15 tahun. Lalu memiliki riwayat kanker paru pada keluarga yakni, ayah, ibu, dan saudara kandung. Serta dengan atau tanpa disertakan dengan gejala respiratori ringan.
"Puskesmas melakukan deteksi dini lewat analisa mendalam untuk melihat kemungkinan risiko tinggi. Jadi ketika ke dokter pasien akan ditanya untuk skrining dan dilakukan diagnosis lebih mendalam untuk melihat apakah pasien masuk dalam risiko rendah, sedang atau tinggi, " ungkap dr Sandra.
Jika peserta JKN memiliki hasil skrining kanker paru resiko tinggi dari Puskesmas, mereka selanjutnya akan dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) untuk konsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam.
Mereka dapat melakukan pemeriksaan rontgen toraks Low Dose CTScan (LDCT) sebagai skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru.
Skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru ini ditanggung BPJS satu kali dalam setahun bagi peserta JKN yang memiliki hasil skrining questionair kanker paru resiko tinggi agar mendapatkan diagnosa dalam stadium awal untuk meningkatkan keberhasilan upaya pengobatan.
Awal 2023 lalu, AstraZeneca menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan untuk mendukung pencapaian agenda transformasi kesehatan pemerintah.