Pengembangan Layanan Radio Nuklir Teranostik untuk Tingkatkan Harapan Hidup Penderita Kanker
Kanker payudara termasuk kanker yang paling banyak menyerang warga Indonesia, selain kanker leher rahim, kanker paru, kanker kolorektal
Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Kanker masih menjadi momok. Tahun 2020 saja, menurut data Global Cancer Statistics (Globocan) yang dirilis oleh WHO, di Indonesia terdapat 396.914 kasus kanker baru dengan 234.511 kematian yang disebabkan oleh kanker.
Kanker payudara termasuk kanker yang paling banyak menyerang warga Indonesia, selain kanker leher rahim, kanker paru, kanker kolorektal, dan kanker lever.
Dari semua kasus kanker payudara saja, 70 persen di antaranya sudah pada tahap lanjut ketika dideteksi.
Kondisi demikian terjadi karena masih banyak perempuan yang menganggap remeh tanda-tanda awal kanker, seperti adanya benjolan di payudara atau perubahan fisik lainnya.
Sebagai akibat, ketika sakit terasa semakin parah dan mulai ada gejala-gejala lanjut yang mencemaskan, barulah mereka pergi ke dokter.
Baca juga: Puput Novel Meninggal Dunia Akibat Kanker Payudara, Dokter Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini HER2
Pada kanker stadium lanjut, pengobatan menjadi lebih rumit dan berat, membutuhkan biaya yang lebih besar, dan risiko kematian yang lebih tinggi.
Oleh karenanya pentingnya melakukan upaya deteksi dini untuk menurunkan tingginya angka kematian karena kanker.
Berbagai faktor keberhasilan pengobatan kanker, ditentukan sejak kondisi penyakit saat ditemukan menjadi faktor yang paling utama di samping ketepatan pengobatan yang diberikan.
Oleh karenanya, Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir Teranostik Molekular Indonesia, dr. Yustia Tuti SpKN, menyambut baik kerjasama RS Hermina dan United Imaging dalam rangka mengembangkan layanan radio nuklir teranostik guna meningkatkan penanganan kanker di Indonesia.
Kerjasama tersebut diharapkan menjadi langkah penting untuk meningkatkan layanan kesehatan kanker di Indonesia, serta mempercepat diagnosis, sekaligus memastikan perawatan yang lebih tepat sasaran untuk pasien.
Melihat perkembangan ini, dr. Yustia juga berharap layanan kedokteran nuklir bisa tersebar lebih merata di seluruh Indonesia.
"Saat ini, layanan kedokteran nuklir masih terkonsentrasi di Jakarta dan beberapa kota besar. Pendistribusian yang merata sangat penting agar akses layanan ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas,” jelasnya.
Harus diakui, banyak pasien Indonesia yang harus mencari pengobatan ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang tidak hanya menambah beban biaya bagi pasien tetapi juga merugikan ekonomi negara.