Begini Cara Mengurangi Frekuensi Kejang pada Pasien Epilepsi
Dokter spesialis saraf dr. Retno Jayantri Ketaren, Sp.S, menuturkan, kejang pada epilepsi bisa sangat bervariasi, mulai ringan hingga yang berat.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski telah dikenal luas, banyak orang masih memiliki mitos dan kesalahpahaman tentang epilepsi.
Kondisi ini memengaruhi sekitar 1-5 persen populasi di seluruh dunia.
Epilepsi dapat muncul di semua kelompok usia, bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa.
Dokter spesialis saraf dr. Retno Jayantri Ketaren, Sp.S, menuturkan, kejang pada epilepsi bisa sangat bervariasi, mulai ringan hingga yang berat.
“Sangatlah penting untuk membedakan epilepsi dari gangguan kejang lainnya, seperti kejang febrile atau kejang akibat infeksi. Gangguan tersebut tidak berulang dan tidak disebabkan oleh masalah neurologis yang mendasar,” tutur dokter dari RS Siloam Lippo Village Karawaci dalam keterangan pers, Rabu (24/10/2024).
Sehingga pengetahuan tentang perbedaan ini sangat penting.
Gejala epilepsi bervariasi tergantung pada jenis kejang dan individu yang terlibat.
Beberapa gejala umum meliputi, kehilangan kesadaran, gerakan tak terkendali, seperti kejang tonik-klonik, sensasi aneh seperti perasaan dejavu atau halusinasi
Setiap individu mungkin mengalami gejala yang berbeda. Sementara beberapa pasien mungkin hanya mengalami kejang ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, yang lainnya dapat mengalami kejang yang lebih kompleks dan mengganggu.
Diagnosis epilepsi dilakukan melalui pengumpulan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Baca juga: Sering Dianggap Sama, Ini Perbedaan Kejang Biasa dengan Kejang Epilepsi pada Anak
Ditambahkan dokter spesialis bedah saraf Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, FINPS, tata laksana untuk epilepsi umumnya mencakup penggunaan obat antiepilepsi, yang bertujuan untuk mengontrol kejang.
Namun, tidak semua pasien merespons dengan baik terhadap obat dan dalam beberapa kasus, pembedahan atau terapi diet khusus juga dapat dipertimbangkan.
Pendekatan tata laksana harus disesuaikan dengan jenis kejang, usia, dan kondisi kesehatan pasien. Salah satunya adalah Vagus Nerve Stimulation (VNS).
“Perangkat ini merangsang saraf vagus untuk mengurangi frekuensi kejang. VNS biasanya ditawarkan kepada pasien yang tidak mendapatkan hasil yang memuaskan dari pengobatan antiepilepsi konvensional,” tutur dr. Made Agus.
Seperti prosedur medis lainnya, VNS juga memiliki efek samping namun bersifat ringan dan dapat dikelola. Penting bagi pasien untuk berdiskusi dengan tim medis mereka tentang efek samping yang mungkin muncul dan cara mengatasinya.
VNS dapat memberikan alternatif bagi pasien untuk mengurangi frekuensi dan intensitas kejang, serta meningkatkan kualitas hidup mereka.
Epilepsi memerlukan pemahaman mendalam untuk pengelolaannya. Dengan diagnosis yang tepat dan tata laksana yang sesuai, pasien epilepsi dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif.
(*)