Bawaslu Dorong KPU Revisi PKPU 33/2018 Ihwal Sosialisasi di Luar Masa Kampanye
Bagja menyebut PKPU 33/2018 tersebut harus direvisi sebab ada perbedaan kondisi antara Pemilu 2019 dengan 2024.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merevisi peraturan KPU (PKPU) Nomor 33/2018 tentang masa sosialisasi peserta Pemilu sebelum masa kampanye dimulai.
Hingga saat ini, Bawaslu merujuk PKPU tersebut untuk menjalankan pengawasan selama masa sosialisasi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada awak media, Kamis (6/4/2023).
Bagja menyebut PKPU 33/2018 tersebut harus direvisi sebab ada perbedaan kondisi antara Pemilu 2019 dengan 2024.
“Apa bedanya? Masa sosialisasi lebih panjang dari masa kampanye, sedangkan di tahun 2019 masa kampanye lebih panjang daripada masa sosialisasi. Itu perbedaan yang sangat mendasar,” kata Bagja.
“Sehingga kemudian aturan-aturan tentang sosialisasi akan menjadi penting untuk dilakukan, untuk diperbaharui ke depan,” sambungnya.
Baca juga: Keputusan Bawaslu soal Kasus Bagi-bagi Amplop PDIP di Sumenep Dinilai Bakal Jadi Preseden Buruk
Lebih lanjut Bagja mencontohkan terkait dengan adanya polemik bagi-bagi amplop berlogo PDIP di masjid, Bawaslu hanya mengimbau karena keterbatasan PKPU.
“Kalau sudah beberapa kali kita imbau tentu akan ada penegakan hukum yang lebih keras lagi ke depan, jika imbauan tidak dipatuhi,” tuturnya.
“Ini kan imbauan untuk teman-teman menjaga etik, moralitas, pada saat tahapan sosialisasi ini, jika kemudian tetap dilakukan maka tentu akan ada, sesuai dengan peraturan KPU nomor 33 maka termasuk pelanggaran administratif,” imbuhnya.
Meski begitu, Bawaslu memandang terdapat potensi persoalan hukum dalam peristiwa tersebut, tapi ternyata menyimpulkan tidak ada pelanggaran.
"Hasil pemeriksaan dan klarifikasi Bawaslu menunjukkan bahwa tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa tersebut. Dengan demikian, tidak dapat dilakukan proses penanganan tegasnya.