Diduga Selundupkan Pasal yang Mudahkan Mantan Terpidana Jadi Caleg, ICW: KPU Berpihak Pada Koruptor
Dikatakan Kurnia, KPU perlu mengetahui praktik korupsi politik kian masif dan gencar terjadi belakangan waktu terakhir
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berpihak pada koruptor dan mengabaikan pemberian efek jera pada pelaku korupsi.
Hal ini lantaran ICW menilai ada rentetan kekeliruan logika pikir dari KPU menyangkut Peraturan KPU (KPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.
Baca juga: Buka Celah Mantan Terpidana Korupsi Nyaleg Tanpa Masa Jeda, ICW: KPU Langgar Hak Masyarakat
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelaskan dua aturan itu secara sederhana menyebutkan mantan terpidana korupsi diperbolehkan maju sebagai calon anggota legislatif tanpa harus melewati masa jeda waktu lima tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pencabutan hak politik.
“Patut dipahami, masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi dapat dipandang sebagai rangkaian pemberian efek jera bagi mereka, ini merupakan hukuman di luar pidana pokok sebagai pembalasan atas praktik kejahatan yang telah dilakukan,” kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (22/5/2023).
“Selain itu, KPU seolah menutup mata dengan ringannya vonis, khususnya pencabutan hak politik, bagi terdakwa yang berasal dari klaster pejabat,” tambahnya.
Baca juga: Terkait Bacaleg Partai Ganda, KPU Akan Fokus Vermin Guna Memastikan
Kurnia membeberkan data Indonesia Corruption Watch pada tahun 2021 lalu. Dari total 55 terdakwa yang berasal dari klaster politik, praktis hanya 31 orang saja yang dijatuhi hukuman pencabutan hak politik. Reta-rata hukuman pencabutan hak politik juga sangat rendah, yakni 3 tahun 5 bulan.
“Oleh karena itu, jika dua PKPU tersebut dibiarkan, bukan tidak mungkin akan banyak mantan terpidana korupsi dapat lebih cepat mengikuti kontestasi politik,” ujar Kurnia.
Selain itu, dikatakan Kurnia, KPU perlu mengetahui praktik korupsi politik kian masif dan gencar terjadi belakangan waktu terakhir.
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi, dari total 1.519 tersangka, satu per tiga atau 521 orang diantaranya berasal dari klaster politik.
Baca juga: Tidak Revisi PKPU 10/2023, Koalisi Perempuan Sebut KPU RI Tidak Jalankan Kewajiban Hukum
“Maka dari itu, bagi pelaku yang berasal dari klaster politik penting untuk memformulasikan pemberian efek jera, di antaranya dengan mewajibkan melewati masa jeda waktu lima tahun sebelum mereka dapat diberikan hak politik kembali,” tegasnya.