Bawaslu: PKPU Soal Mantan Terpidana Nyaleg Harus Berlandaskan Putusan MK, Bukan Pertimbangan
Sehingga menurut Bagja, PKPU tersebut harus direvisi karena harusnya dibuat berlandaskan amar putusan, bukan pertimbangan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebutkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang mantan terpidana nyaleg harus sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui, dalam PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 KPU menuangkan aturan berlandaskan bagian pertimbangan MK yang mana isinya mantan terpidana tidak perlu jeda waktu lima tahun untuk dapat maju sebagai calon legislatif.
Pertimbangan MK ini sama substansinya seperti Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 Ayat 1 huruf g UU 10/2008 serta Pasal 58 huruf f UU 12/2028 yang juga pernah disidangkan, di mana menurut MK aturan tersebut merupakan norma hukum yang inkonstitusional bersyarat.
Baca juga: Daftar Caleg Unggulan yang Bakal Bertarung di Dapil Sulut: Dari PDIP, Golkar, Gerindra hingga NasDem
Landasan PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 ini pun jadi berseberangan dengan amar putusan MK soal jeda waktu untuk nyaleg harus melewati 5 tahun bagi mantan terpidana.
"Loh, memang harus lima tahun (PKPU mengacu amar putusan)," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat ditemui di hotel kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/5/2023).
Sehingga menurut Bagja, PKPU tersebut harus direvisi karena harusnya dibuat berlandaskan amar putusan, bukan pertimbangan.
"Harus dilihat amarnya, yang jelas kita harus lihat amarnya putusan MK. Lima tahun setelah lepas dari semuanya," tuturnya.
Sebelum Indonesia Corruption Watch juga telah menyoroti PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023. Menurut pihakanya, adanya aturan tersebut sama saja dengan KPU meloloskan mantan koruptor untuk kembali menjadi caleg.
"Penting untuk saudara Hasyim dan komisioner KPU RI lainnya ketahui bahwa amar putusan MK hanya menyebutkan masa jeda waktu lima tahun yang harus dilewati oleh mantan terpidana, tanpa pengecualian perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik," kata Kurnia Ramadhana ICW dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Koalisi Sipil Kawal Pemilu Bersih Audiensi ke MK Sikapi Putusan KPU Mantan Napi yang Maju Jadi Caleg
"Ke depan dengan logika pikir KPU maka para terdakwa korupsi yang berasal dari lingkup politik akan berharap kepada majelis hakim agar dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik," tambahnya.
Hal ini juga lantaran mereka tidak harus menunggu masa jeda waktu lima tahun sebagaimana dimandatkan putusan MK.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asyari telah memberi simulasi sebagai ilustrasi terkait PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023, demikian:
Mantan terpidana korupsi yang diputus pidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih, dan pidana tambahan pencabutan hak politik 3 tahun.
Yang bersangkutan bebas murni (berstatus mantan terpidana) pada tanggal 1 Januari 2020.
Jika mendasarkan pada amar putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022, maka jeda waktu untuk dapat dipilih harus melewati 5 tahun, sehingga jatuh pada tanggal 1 Januari 2025.
Namun pertimbangan MK, dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik selama 3 tahun, maka yang bersangkutan sejak bebas murni pada tanggal 1 Januari 2020 tentunya memiliki hak untuk dipilih pada tanggal 1 Januari 2023, sehingga ketentuan jeda waktu sesuai amar putusan MK tidak berlaku pada situasi ini.