Akademisi Yakin Putusan MK Soal Sistem Pemilu Tidak Terpengaruh Unsur Politik
Ia yakin MK masih dapat memutus secara mandiri dengan fakta persidangan serta argumentasi hukum dan konstitusi, serta prinsip demokrasi.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, yakin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu nantinya tidak berdasar atas pengaruh politik.
Ia yakin MK masih dapat memutus secara mandiri dengan fakta persidangan serta argumentasi hukum dan konstitusi, serta prinsip demokrasi.
"Jadi saya masih yakin MK tidak akan mempertaruhkan masa depan Pemilu 2024 dan pemilu Indonesia yang akan datang karena membuat keputusan dengan pendekatan parsial, apalagi pengaruh politik pragmatis, politik jangka pendek," kata Titi dalam saluran YouTube pribadinya, Rabu (14/6/2023).
Baca juga: Perludem Sebut Pembacaan Putusan MK Soal Sistem Pemilu Besok Bakal Jadi Momen Bersejarah
"Pasti akan ada pertimbangan yang komprehensif, menyeluruh. Apalagi ini permohonan yang pihak terkaitnya sangat banyak. Pihak terakitnya lebih dari 14, itu selain pemohon, DPR, pemerintah, dan KPU. Berarti atensi dan intensi terhadap pengujian soal sistem pemilu ini sangat besar," sambungnya.
Sehingga cara pandang soal pilihan sistem ini, tegas Titi, harus berbasis pada konstitusi, juga mempertimbangkan penyelenggaraan pemilu dan demokrasi yang makin kokoh serta pemenuhan kedaulatan rakyat.
Lebih lanjut, Titi meyakini tidak ada sistem pemilu yang ideal, tapi yang lebih tepat adalah sistem pemilu yang relevan untuk diterapkan dengan menyesuaikan konteks sosial, politik, budaya, ekonomi, serta hukum.
Sebab, jika berbicara sistem pemilu, sebenarnya tidak hanya terbatas dalam sistem tertutup atau terbuka saja. Namun, dalam prakteknya begitu luas.
"Ada sistem pemilu dalam praktek dunia, dua kelompok besar. Pertama, pluralitas mayoritas. Kedua, proporsional. Tapi selain itu ada variasi, ada campuran dan lain-lain," jelasnya.
Baca juga: Jelang Sidang Putusan, Pengamat Yakin MK Bakal Tolak Permohonan Soal Sistem Pemilu, Ini Alasannya
Sistem proporsional ini pun terbagi lagi varian seperti proporsional representation. Kemudian, sistem itu terdiri lagi dari dua variasi yakni proportional representation list dan juga single transferable vote.
Barulah di dalam proportional representation list ini variasi variable teknik proprosional terbuka dan terutup tertuang.
Sebagai informasi, putusan soal sistem proporsional pemilu bakal berlangsung pada Kamis (15/6/2023) mendatang.
Berdasarkan situs resmi MK, sidang dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 ini bakal berlangsung pukul 09.30 WIB.
Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara (jubir) MK, Fajar Laksono.
"Betul (sidang berlangsung tanggal 15 Juni)," kata Fajar saat dikonfirmasi, Senin (12/6/2023).
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Uji materi ini tinggal menunggu putusan.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Baca juga: Habiburokhman Minta MK Tidak Sewenang-wenang dalam Putuskan Sistem Pemilu
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.