Cegah Nepotisme, Pengamat Sebut Anwar Usman Harusnya Tak Ikut Sidang Batas Usia Cawapres Sejak Awal
Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang putusan perkara batas usia capres-cawapres, pada Senin (16/10/2023) besok.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman seharusnya mendeklarasikan diri tak terlibat dalam proses putusan perkara batas usia capres dan cawapres.
Hal itu untuk menghindari adanya nepotisme, seiring dengan wacana putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, menjadi bacawapres mendampingi Prabowo Subianto di pilpres 2024.
Demikian disampaikan Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti dalam Diskusi Media bertajuk "MK Bukan Mahkamah Keluarga: Tahta, Kuasa, Lupa?" di Kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (15/10/2023).
Baca juga: Pakar Hukum Sebut Syarat Usia Capres-Cawapres Ditentukan UU, Bukan Lewat Mahkamah Konstitusi
"Menurut saya Ketua MK menyatakan tidak ikut sidang berkaitan dengan gugatan ini, mestinya dari awal," kata Ray.
Apalagi, satu di antara pemohon perkara tersebut adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Di mana, saat ini PSI dipimpin oleh Kaesang Pangarep, yang juga merupakan putra bungsu Presiden Jokowi.
Ditambah, status Anwar Usman yang merupakan ipar dari Jokowi.
Kondisi itu akan membuat suasana nepotisme kian menguat.
"Kalau dulu mungkin masih berasalan PSI itu partai, tapi setelah PSI mendudukkan Kaesang sebagai ketua umum permohonan itu dilakukan PSI sebagai partai, partai itu sekarang diketuai oleh anaknya presiden," ujarnya.
"Sementara isunya berkembang di luar akan didorong salah satu anak presiden sebagai cawapres, dan kebetulan Ketua MK-nya adalah ipar presiden," tandasnya.
Seperti diketahui, MK akan menggelar sidang putusan perkara batas usia capres-cawapres, pada Senin (16/10/2023) besok.
Adapun perkara yang akan diputus, di antaranya Nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Dedek Prayudi, yang merupakan pihak Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Kedua, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabana.
Ketiga, Perkara 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa.
Keempat, Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru Re A.
Kelima, Perkara 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu Re A.
Keenam, Perkara 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung.
Terakhir, Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda.