Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Datangi KPU, TPDI Pertanyakan Dasar Hukum Terbitnya Surat Tindak Lanjut Putusan MK

Petrus Selestinus mengatakan, kedatangan pihaknya ke KPU terkait pelaksanaan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Datangi KPU, TPDI Pertanyakan Dasar Hukum Terbitnya Surat Tindak Lanjut Putusan MK
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu, Koordinator TPDI Petrus Selestinus bersama rombongan saat menyambangi KPU RI, Selasa (24/10/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (24/10/2023).

Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus mengatakan, kedatangan pihaknya ke KPU terkait pelaksanaan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16/10/2023, yang mengubah pasal 169 huruf q UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu berubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Menurutnya, muncul persoalan terkait pelaksanaan putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 dimaksud, yaitu memaknai sifat putusan MK yang final dan mengikat di mana KPU sebagai pihak yang sangat berkepentingan dengan pelaksanaan putusan MK, diharapkan tidak terjebak dalam tafsir yang keliru sehingga salah mengambil kebijakan yang pada gilirannya menimbulkan persoalan hukum baru.

Baca juga: Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres Berpengalaman Kepala Daerah Membuka Jalan Bagi Pemimpin Muda

"Dalam dialog dengan bagian Help Desk KPU tadi, Perekat Nusantara dan TPDI mempertanyakan atas dasar apa KPU mengeluarkan Surat No. 1145/PL.01.4-SD/05/ 2023, tanggal 17 Oktober 2023, perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU - XXI/2023, tgl 16 Oktober 2023, yang ditujukan kepada Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu 2024, agar memedomani Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, dalam tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024," kata Petrus.

Petrus menuturkan pertanyaan soal dasar hukum KPU mengeluarkan Surat Tindak Lanjut Putusan MK, karena sepanjang pengetahuan Perekat Nusantara dan TPDI bahwa yang berwenang mengeluarkan permintaan Tindak Lanjut Putusan MK hanyalah MK itu ditujukan ke DPR dan Pemerintah, karena yang berhak menindak lanjuti putusan MK adalah DPR dan Pemerintah bukan KPU dan Pimpinan Partai Politik.

Alasan KPU mengeluarkan Surat Pelaksanaan Tindak Lanjut dimaksud, oleh karena KPU tidak memiliki waktu yang cukup untuk membuat Peraturan KPU sebagai pelaksanaan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, sehingga dengan Surat KPU No. 1145/PL.01.4-SD/05/2023, tanggal 17 Oktober 2023, kiranya dapat berguna demi kelancaran  tahapan pencalonan Capres-Cawapres 2024.

Baca juga: Pelapor Jokowi ke KPK Datangi KPU RI, Minta Penjelasan Ihwal Tindak Lanjut Pascaputusan MK

"Tentu jawaban KPU cukup mengagetkan Perekat Nusantara dan TPDI karena baru kali ini, demi Gibran Rakabuming Raka, KPU ingin melaksanakan Putusan MK yang setara dengan pasal-pasal dari UU hanya dengan surat biasa, bukan Peraturan KPU yang berkedudukan sebagai Peraturan Perundang-undangan, juga bukan Keputusan KPU tetapi sepucuk surat sederajat sebuah Nota Dinas," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Masih kata Petrus, begitu pula dalam memaknai Putusan MK yang bersifat final dan mengikat, karena tidak ada lagi upaya hukum lain, antara KPU dengan Perekat Nusantara dan TPDI ada kesamaan pemahaman, namun soal putusan MK itu seketika itu harus dilaksanakan dalam keadaan dimana Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, sedang bermasalah hukum dan etik, maka untuk melaksanakan Putusan MK, maka baik KPU atau DPR-pun tidak harus tergesa-gesa, karena Putusan MK No. 90/PUU-XXI/ 2023 masih memerlukan sebuah Peraturan KPU sebagai Peraturan Pelaksananya dan untuk itu memerlukan waktu.

Alasan lain oleh karena Hakim Konstitusi Anwar Usman saat ini sedang menghadapi sidang pemeriksaan Etik oleh Majelis Kehormatan MK dan secara hukum sedang diproses oleh KPK dalam dugaan Kolusi dan Nepotisme sesuai dengan perintah pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : "dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera ybs. dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, persoalan etik dan hukum dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023, menjadi sangat serius, karena berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebuah putusan hakim dinyatakan tidak sah, manakala seorang hakim atau panitera mempunyai kepentigan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, wajib mengundurkan diri, baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Dalam perkara MK No.90/PUU-XXI/2023, dikatakan Petrus, Hakim Konstitusi Anwar Usman berkepentingan secara langsung dan tidak langsung dengan perkara No.90/PUU-XXI/2023, karena dalam perkara No.90 itu kepentingan yang diperjuangkan oleh Pemohon adalah agar Gibran Rakabuming Raka menjadi Capres-Cawapres 2024, sementara Ketua Majelis Hakimnya adalah Anwar Usman, paman Gibran dan Ipar Jokowi, semua mereka tidak pernah meminta Hakim Anwar Usman untuk undur diri dari persidangan perkara No. 90/PUU-XXI/2023 dan Anwar Usmanpun tidak pernah atas kehendak sendiri menyatakan mundur dari persidangn perkara dimaksud.

Jika nanti Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam pemeriksaannya menyatakan Anwar Usman melanggar Kode Etik dan diberi sangsi karena melanggar ketentuan pasal 17 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Kode Etik Hakim Konstitusi, maka putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat (6) UU No.48 Tahun 2009, dinyatakan tidak sah.

"Dengan demikian maka pencalonan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Capres-Cawapres 2024 tidak sah dan harus dibatalkan dengan segala akibat hukumnya dan itu berarti KPU terjebak dalam kesalahan sendiri karena terburu-buru menetapkan Prabowo dan Gibran sebagai Capres-Cawapres 2024 secara berpasangan tanpa menunggu putusan etik dan proses hukum soal dugaan kolusi dan nepotisme di KPK," tandasnya.

Baca juga: Anwar Usman Ungkap Tugas Majelis Kehormatan MK, Termasuk Menjaga Kehormatan Hakim

MK Bolehkan Kepala Daerah Berpengalaman Maju Capres Meski Usia di Bawah 40 Tahun

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas