Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Konstitusi Sampai Menangis saat Diperiksa MKMK, PDIP Ajukan Hak Angket kepada MK

Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih telah mencurahkan semua yang ia ketahui terkait dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, bahkan ia sampai menangis

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Hakim Konstitusi Sampai Menangis saat Diperiksa MKMK, PDIP Ajukan Hak Angket kepada MK
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kanan) memberikan keterangan pers terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batasan usia capres dan cawapres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023). MK memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MK-MK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik terkait putusan Ketua MK Anwar Usman yang dianggap memiliki konflik kepentingan dalam penentuan batas usia capres-cawapres. 

"Tentu bagi kita semua, bapak ibu kita yang hadir di sini, sebagai roh dan jiwa bangsa kita, konstitusi harus tegak, dia tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit tersebut," lanjutnya.

Masinton mengklaim protesnya tersebut bukanlah atas nama partai politik.

Sebaliknya, protesnya itu juga bukanlah atas kepentingan salah satu capres maupun cawapres di Pilpres 2024.

"Saya tidak bicara tentang calon presiden saudara Anies dan saudara Muhaimin Iskandar, saya tidak Bicara tentang pak Ganjar dan Prof Mahfud, saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya. Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Masinton menambahkan konstitusi negara dalam ancaman serius atas putusan MK tersebut.

Padahal, reformasi 1998 memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen.

"Masa jabatan presiden harus dibatasi, bagaimana kita mengeluarkan tap MPR nomor 11 tahun 98 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan kemudian berbagai produk undang-undang turunannya," katanya.

BERITA REKOMENDASI

Ia pun menuturkan bahwa putusan MK bukan lagi putusan yang berlandasarkan kepentingan konstitusi. Dia bilang, putusan MK lebih kepada putusan kaum tirani.

"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelasnya.

Oleh sebab itu, Masinton pun mengajukan hak konstitusional untuk mengajukan hak angket kepada MK.

"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR, saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket lembaga mahkamah konstitusi," pungkasnya.

Seperti diketahui,  Mahkamah Konstitusi (MK) menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.

Baca juga: Merasa Buntu, Hakim MK Arief Hidayat Sebut 9 Hakim Konstitusi Mesti Direshuffle

Hal ini diputuskan MK dalam sidang pembacaan putusan uji materi terkait batas usia capres-cawapres perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digelar Senin (16/10/2023).

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas