KPU dan Bawaslu Diminta Rancang Strategi Khusus Hadapi Potensi Kecurangan di Pemilu 2024
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI diminta untuk merancang strategi khusus untuk menghadapi potensi kecurangan dan ketidaknetralan di Pemilu 2024.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI diminta untuk merancang strategi khusus untuk menghadapi potensi kecurangan dan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) di Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti senior Populi Center Usep Saepul Ahyar.
Usep memandang gejala-gejala yang mengarah ke arah itu sudah mulai terlihat.
Sebagai contoh, peristiwa penurunan baliho pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Bali, beberapa waktu lalu.
"Sulit juga membantah bila aparat tidak digunakan untuk kepentingan politik," kata Usep, Kamis (9/11/2023).
Diketahui, Gibran saat ini telah dipinang menjadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dia mendadak memenuhi syarat setelah Mahkamah Konstitusi merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu.
Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu.
Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah.
Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar diketahui paman dari Gibran.
Selain itu, Usep juga menyoroti soal seluruh penjabat kepala daerah yang menjabat saat ini.
Keberadaaan para penjabat yang tak dipilih langsung oleh rakyat itu potensial dijadikan alat pemenangan pasangan calon tertentu.
Selain itu, dia juga menyoroti soal netralitas dari para penjabat kepala daerah.
"Dia bilang Pj kepala daerah harus netral. Padahal, tidak demikian," ucap Usep.
Lebih lanjut, Usep mengatakan Pemilu 2024 merupakan pertaruhan integritas Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu.