Sederet Kasus Intimidasi di Musim Pemilu, Butet Kartaredjasa hingga Ketua BEM UI, Siapa Pelakunya?
Menjelang Pilpres, sejumlah dugaan intimidasi terjadi dan diungkap oleh Butet Kartaredjasa dan Melki Sedek Huang.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang Pilpres, sejumlah dugaan intimidasi terjadi dan diungkap oleh mereka yang mengalaminya.
Terakhir, seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor mengaku mendapat intimidasi dari polisi saat akan menggelar pertunjukan teater "Musuh Bebuyutan" di Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Sebelumnya, dugaan intimidasi terkait politik juga diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang hingga Loyalis Ganjar - Mahfud di Kanada.
Berikut rangkuman kasus-kasus tersebut.
1. Ketua BEM UI
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang mengaku dirinya dan kedua orangtuanya sering mendapatkan intimidasi dari aparat Polri dan TNI.
Ia menduga hal itu terjadi karena ia mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres yang meoloskan Gibran menjadi cawapres Prabowo.
Menkopolhukam Mahfud MD merespon pengakuan Melki, dan menyatakan akan mengusut hal ini.
Menurut Melki Sedek Huang, yang disesalkan intimidasi tersebut juga ditujukan kepada kedua orangtua dan gurunya, selain ke dirinya.
Hal itu diungkapkan Melki Sedek Huang usai acara diskusi di UI, Selasa (7/10/2023) malam.
"Ya, di rumah didatangi oleh aparat keamanan, ada dari TNI dari Polri menanyakan ke ibu saya," kata Melki.
Kepada ibunya, kata Melki aparat kepolisian dan TNI menanyakan perihal kegiatan Melki yang lakukan selama di rumah serta kapan biasanya Melki pulang ke rumah.
Bahkan, kata Melki, intimidasi juga dialami gurunya di SMA 1 Pontianak, menjelang putusan MK tentang batas usia capres-cawapres.
"Guru di sekolah saya SMA 1 Pontianak juga ada yang telpon, katanya menjelang putusan MK ada yang tanya Melki pas sekolah gimana. Melki kebiasaannya apa dan lain sebagainya," ujarnya.
Meski banyak ancaman dan intimidasi, Melki mengaku tak gentar untuk menyuarakan ketimpangan hukum yang sedang terjadi.
"Jadi himbauan buat temen-temen yang hari ini kritis, hari ini melawan, jaga diri masing-masing karena kekuasaan makin mengkhawatirkan," katanya.
2. Kasus Butet
Dugaan intimidasi ini bermula saat Butet harus menandatangani surat pernyataan agar tidak menyinggung soal politik saat pentas di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Jumat (1/12/2023).
"Intimidasi itu berupa surat pernyataan yang harus saya tandatangani bahwa saya tidak boleh bicara soal politik. Itu intimidasinya," kata Butet kepada wartawan, dikutip Rabu (6/12/2023).
Kemudian, dia juga menuturkan bahwa intimidasi atau komitmen tidak menyinggung politik di pentas seni itu tidak pernah dirasakan sejak 25-an tahun yang lalu atau sejak era reformasi.
Terbaru, Sabtu (9/12/2023) pagi, Butet mengatakan nomor ponsel serta WhatsApp miliknya tidak lagi aktif sejak pagi tadi, Sabtu (9/12/2023).
Pengakuan itu disampaikan Butet lewat unggahan gambar tulisan di Instagram pribadinya, @masbutet.
Butet berpendapat akses komunikasi dirinya tengah dilumpuhkan. Hanya saja, dia tidak menerangkan lebih lanjut ihwal pernyataan kemungkinan pembatasan akses komunikasi terhadap dirinya tersebut.
“Mulai pagi ini akses komunikasi kepadaku sedang dilumpuhkan. Silakan yang mau kontak ke nomor rumah atau nomor bojo,” kata dia.
3. Dugaan intimidasi ke loyalis Ganjar
Dugaan intimidasi tak hanya terjadi di dalam negeri.
Diaspora Indonesia di Kanada, Sakaria, mengungkapkan dugaan intimidasi oleh badan pengawas pemilihan umum (bawaslu) di Vancouver, Kanada.
Dilansir dari Kompas TV, Rabu (22/11/2023), ia menceritakan kronologi dugaan intimidasi yang dialami oleh Ketum Canada for Ganjar Mahfud, Robert Prasetya.
Menurutnya, peristiwa itu terjadi sepekan sebelum kegiatan pencanangan Warung D3mokrasi terselenggara di Vancouver.
Robert, kata dia, menerima telepon di ponselnya, yang isinya meminta agar pelaksanaan kegiatan tersebut ditunda.
Telepon tersebut kemudian disusul dengan pesan yang masuk ke ponsel Robert.
“Tidak ada niat untuk menargetkan individu atau lainnya. Sekedar membantu saling mengingatkan saja, Oom,” tulisnya menirukan pesan di ponsel Robert.
Permintaan itu sempat ditolak oleh Robert, yang kemudian menghubungi rekan-rekannya di Jakarta untuk meminta masukan.
Setelah berkonsultasi, tim Robert mengkonfirmasi bahwa kegiatan yang ia lakukan tidak melanggar undang-undang Pemilu.
Karena itu, Sakaria menegaskan tetap jalan.
“Kami prihatin serta mengecam intimidasi dari Panwaslu setempat atas tindakan yang mereka lakukan terhadap rekan-rekan kami di Canada,” tegas Sakaria.
Polisi membantah
Aparat keamanan sendiri membantah telah melakukan intimidasi, khususnya, dalam dua kasus di atas.
Dalam kasus Melki, misalnya, Polda Kalimantan Barat menyatakan tidak ada anggota yang terlibat dalam dugaan intimidasi terhadap Ketua BEM UI dan keluarganya itu di Pontianak.
"Yang informasi awal kita duga apakah ada oknum anggota Polri, kita pastikan tidak ada oknum anggota Polri yang terlibat, kami pastikan tidak ada satupun anggota Polri yang melakukan tindakan-tindakan tercela yang tidak sesuai aturan," kata Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pipit Rismanto, ketika itu.
Pipit menegaskan jika masyarakat ada yang merasa terancam atau terintimidasi oleh anggota Polri, jangan ragu untuk melapor.
Sementara dalam kasus Butet, Polda Metro Jaya membantah telah melakukan intimidasi terhadap seniman tersebut.
Polisi mengklaim kehadiran personel kepolisian saat pentas teater berjudul Musuh Bebuyutan digelar adalah dalam rangka proses pengamanan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut, pengamanan itu dilakukan berdasarkan dari izin keramaian yang diajukan PT Kayan selaku penyelenggara.
Karena itu, pihaknya mengharapkan masyarakat melihat suatu peristiwa dengan utuh. Sehingga, penjelasan ini bisa dapat diterima oleh masyarakat dan tidak ada lagi informasi yang tidak sesuai.