Komentar Pengamat Militer Soal Dugaan Pelanggaran Pemilu Ajudan Prabowo
Pengamat militer memandang ada sejumlah hal yang harus diperhatikan terkait dugaan pelanggaran pemilu oleh Mayor Inf Teddy Indra Wijaya
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi memandang ada sejumlah hal yang harus diperhatikan terkait dugaan pelanggaran pemilu oleh Mayor Inf Teddy Indra Wijaya yang merupakan ajudan pribadi capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang sedang dikaji oleh Bawaslu RI.
Pertama, kata Fahmi, netralitas adalah salah satu agenda reformasi TNI yang dinormakan dalam Pasal 39 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan bahwa prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai politik, kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Kedua, kata dia, agar persoalan netralitas itu dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh Prajurit, Mabes TNI juga telah mengeluarkan Buku Saku Netralitas TNI pada Pemilu dan Pilkada yang berlaku di lingkungan TNI.
Buku itu, lanjut dia, merinci sejumlah larangan yang tidak boleh dilakukan oleh prajurit selama proses penyelenggaraan Pemilu.
Di antaranya, kata dia, prajurit dilarang secara perorangan/fasilitas berada di arena tempat penyelenggaraan Pemilu.
Kemudian, dilarang secara perorangan/satuan/fasilitas/instansi terlibat pada kegiatan Pemilu dalam bentuk berkampanye untuk mensukseskan kandidat tertentu/kontestan termasuk memberi bantuan dalam bentuk apapun di luar tugas dan fungsi TNI;
"Kemudian juga dilarang secara perorangan/satuan/fasilitas/instansi menyambut dan mengantar peserta kontestan," kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (17/12/2023).
Ketiga, kata dia, UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer antara lain menyebutkan bahwa pelanggaran hukum disiplin adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer dan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian ringan sifatnya.
Jenis hukuman tersebut, kata dia, berupa teguran, penahanan disiplin ringan paling lama 14 hari, atau penahanan disiplin berat paling lama 21 hari.
Keempat, sesuai Pasal 93 UU 17/2017, Bawaslu bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil negara, anggota TNI, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Selain itu, kata dia, juga mengawasi pelaksanaan keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota TNI, dan netralitas anggota kepolisian.
Sedangkan di Pasal 95, kata dia, Bawaslu memiliki wewenang untuk menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilu.
Selanjutnya, kata dia, merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota TNI, dan netralitas anggota kepolisian; meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana pemilu, dan sengketa proses pemilu.
Keenam, kata Fahmi, Pasal 280 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan jelas melarang pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan sejumlah pihak dalam kegiatan kampanye, salah satunya adalah anggota TNI.
Baca juga: Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh Mayor Teddy Ajudan Prabowo Bakal Diumumkan Bawaslu Pekan Depan
Aturan tersebut, kata dia, diikuti ayat (3) yang melarang anggota TNI untuk ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye dan ayat (4) yang menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan itu merupakan tindak pidana pemilu.
"Ketujuh, Pasal 494 UU yang sama mengatur bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta," kata dia.
Mengacu pada poin-poin tersebut, maka kajian pengawasan atas potensi dugaan pelanggaran netralitas TNI sebagaimana diatur UU Pemilu yang dilakukan oleh Mayor Teddy, katadia, sudah semestinya dilakukan oleh Bawaslu.
Hal tersebut, lanjut dia, termasuk dengan meminta keterangan pada yang bersangkutan dan pihak-pihak lain.
Bawaslu, kata dia, kemudian harus menyampaikan rekomendasinya pada instansi yang bersangkutan, dalam hal ini TNI.
Menindaklanjuti hasil kajian dan rekomendasi Bawaslu jika terdapat dugaan pelanggaran Pemilu yang tentunya juga berkaitan dengan dugaan pelanggaran pasal 39 UU TNI, menurut Fahmi terdapat dua opsi mekanisme yang mungkin ditempuh oleh TNI.
Pertama, melalui mekanisme hukum disiplin militer dengan mengacu pada ketentuan dalam UU 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer.
Mekanisme tersebut, kata dia, dapat diterapkan jika hasil kajian Bawaslu menyimpulkan bahwa Mayor Teddy memang berada di arena debat bersama tim kampanye Prabowo dan menggunakan kostum/atribut yang berkaitan dengan kontestan tersebut, tapi tidak ada bukti bahwa yang bersangkutan ikut serta sebagai pelaksana atau tim kampanye.
"Artinya, Mayor Teddy hanya diduga melakukan perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan/perintah kedinasan (Pasal 39 UU TNI dan Buku Saku Netralitas TNI)," kata Fahmi.
Kedua, melalui mekanisme peradilan militer dengan mengacu pada pasal 494 UU Pemilu, di mana prajurit yang melakukan tindak pidana pemilu diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Mekanisme itu, kata dia, dapat dijalankan jika hasil kajian Bawaslu menyimpulkan bahwa Mayor Teddy diduga melanggar pasal 280 ayat (3) dengan ikut serta menjadi pelaksana dan/atau tim kampanye.
"Dalam hal ini, saya sangat meragukan kemungkinan adanya keterangan maupun bukti permulaan yang bisa digunakan oleh Bawaslu untuk menyimpulkan dugaan bahwa Mayor Teddy telah ikut serta dan/atau diikutsertakan menjadi pelaksana dan/atau tim kampanye sebagaimana diatur oleh pasal 280 ayat (2) dan (3) UU Pemilu," kata dia.
"Saya kira kontestan manapun tidak akan secara gegabah mengikutsertakan nama anggota TNI aktif untuk didokumentasikan sebagai tim atau pelaksana kampanye," sambung dia.
Maka hasil kajian Bawaslu, menurutnya paling jauh hanya akan menyimpulkan bahwa kehadiran Mayor Teddy dalam kegiatan debat capres tersebut berada dalam ranah pelanggaran hukum disiplin terkait peraturan/perintah netralitas di lingkungan TNI.
Karena itu, kata dia, rekomendasi penyelesaiannya akan berada dalam ruang lingkup hukum disiplin militer sebagaimana diatur UU Nomor 25 tahun 2014.
Jika dinyatakan bersalah, lanjut Fahmi, dia bisa mendapat tindakan disiplin maupun hukuman disiplin berupa teguran, penahanan disiplin ringan, atau penahanan disiplin berat.
Hukuman itu, kata dia, akan diikuti oleh sanksi administratif dan dicatat dalam buku hukuman disiplin militer.
"Mayor Teddy bertugas sebagai ajudan yang melekat pada Menhan Prabowo. Dalam kajiannya, Bawaslu perlu memperhatikan juga ketentuan dan protokol khusus TNI menyangkut hal ini," kata dia.
Diberitakan sebelumnya hasil penelusuran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI atas dugaan pelanggaran pemilu Mayor Teddy yang merupakan ajudan pribadi capres nomor urut 2 Prabowo Subianto bakal diumumkan pekan depan.
“Kalau proses kajian kami itu tidak boleh lama ya, karena ini juga prosesnya masih berjalan, maka kami targetkan pekan depan kami sudah bisa menyampaikan ke publik,” kata Anggota KPU RI Lolly Suhenty di kawasan kantornya pada Minggu (17/12/2023).
Teddy tertangkap kamera mengenakan baju kampanye dalam debat yang berlangsung di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta pada Selasa (12/12/2023).
Padahal ia masih menyandang status TNI aktif.
Baca juga: Bawaslu: Ajudan Prabowo Mayor Teddy Berpotensi Lakukan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Saat ini Bawaslu masih melakukan masih terus melakukan penelusuran baik melalui media sosial dan juga laporan masyarakat juga mengumpulkan barang bukti.
Lolly menegaskan Teddy berpotensi melakukan dugaan pelanggaran pemilu.
Ia mengingatkan ihwal netralitas ASN, TNI/Polri sudah jelas termaktub di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Potensi dugaan pelanggaran tentu kamu harus menyatakan berpotensi terjadi dugaan pelanggaran, tapi hasilnya seperti apa masih dalam kajian Bawaslu,” kata dia.
Potret Mayor Inf Teddy sebelumnya viral di media sosial X (Twitter).
Dalam foto yang beredar, ia tampak di bagian pendukung Prabowo saat turut hadir ke debat perdana capres.
Ia mengenakan kemeja biru yang merupakan seragam kampanye pasangan capres cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran.