KPK, Bawaslu, dan KPU Kantongi Data Transaksi Janggal Pemilu 2024 Dari PPATK, Ini Tindak Lanjutnya
KPK mengaku sudah menerima data transaksi janggal atau mencurigakan terkait dana Pemilu 2024 dari PPATK. Berikut Tindak lanjutnya
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menerima data transaksi janggal dana Pemilu 2024 dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menyikapi hal tersebut, KPK langsung bergerak mempelajari dan mulai merencanakan tindak lanjut terhadap data tersebut.
"Sudah terima dan kita tinggal perintahkan, pelajari, rencanakan tindak lanjutnya, dan bahas dengan pimpinan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2023).
Mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut enggan bicara lebih lanjut mengingat data dari PPATK masuk dalam informasi intelijen.
"KPK sudah terima laporan dari PPATK terkait dugaan terjadinya dana kampanye atau apa istilahnya, dan pimpinan sudah minta agar dipelajari, rencanakan dan bahas dengan pimpinan. Itu disposisi saya," ujar Alex.
Baca juga: Pakar Hukum Berharap Bawaslu Tindaklanjuti Laporan PPATK Soal Sumber Dana Kampanye Ilegal
Bawaslu pun mengakui sudah menerima data dari PPATK tersebut.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan data PPATK tersebut tak bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk dugaan tindakan pelanggaran Pemilu.
"Data tersebut adalah data-data yang tidak bisa dijadikan alat bukti dalam hukum," kata Rahmat Bagja dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (19/12/2023).
Data-data itu hanya bisa digunakan pihaknya sebagai informasi awal.
Baca juga: Fakta Temuan PPATK Soal Transaksi Mencurigakan Terkait Pemilu 2024, KPU Bakal Tanyakan Lebih Detail
Selain itu data yang diberikan PPATK terhadap Bawaslu bersifat rahasia.
Sehingga, mereka tidak bisa untuk menyampaikan data tersebut ke publik.
"Kami sebutkan bahwa kami menerima surat laporan PPATK, kami harus menyebutkan juga bahwa dalam surat tersebut ada disclaimer," ujarnya.
"Disclaimer itu menyebutkan bahwa dari data tidak boleh disampaikan kepada publik," sambung Bagja.
Karena itu, kata Bagja, apabila pihaknya menyampaikan temuan PPATK itu kepada publik maka bisa menjadi masalah besar.