Optimis, TKN Sebut Rasio Penerimaan Negara Naik hingga 23 Persen adalah Angka Realistis
TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap optimis dengan visi misi pasangan capres-cawapres nomor urut 2 untuk meningkatkan penerimaan negara
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap optimis dengan visi misi pasangan capres-cawapres nomor urut 2 untuk meningkatkan penerimaan negara hingga 23 persen. Hal tersebut dijelaskan oleh Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Drajad Wibowo.
Drajad menjelaskan guna meningkatkan rasio penerimaan terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 23 persen, salah satunya dengan cara mendirikan Badan Penerimaan Negara di bawah Presiden.
Dia juga membantah pertanyaan Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, dalam sesi debat terkait bagaimana pasangan Prabowo-Gibran meningkatkan rasio pajak hingga 23 persen. Ia pun menegaskan pernyataan tersebut salah kaprah, bahwa angka 23 persen dalam visi-misi bukanlah rasio pajak, melainkan rasio penerimaan dari PDB.
Baca juga: Elektabilitas Kian Meningkat, TKN Prabowo-Gibran Apresiasi Kerja Timses, Relawan, dan Masyarakat
Menurut Drajad, penerimaan negara 23 persen adalah angka yang realistis, karena pendapatan negara tidak hanya meliputi pajak saja melainkan cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti ekspor dan impor ataupun pemungutan pajak atas belanja yang bersumber dari APBN. Oleh karena itu apa yang dipertanyakan menurut Drajad salah kaprah.
"Pada saat debat, ditanyakan ke Mas Gibran tentang pembentukan Badan Penerimaan Negara dan target tax ratio atau rasio pajak 23 persen dari Prabowo-Gibran itu dihitung dari PDB atau apa, dan terkesan pesimisme angka itu bisa dicapai," kata Drajad dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Jumat (29/12/2023).
"Jadi yang dimasukkan bukan hanya penerimaan pajak, tapi ditambah penerimaan dari cukai, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan lainnya seperti hibah," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Ini menambahkan.
Drajad menggarisbawahi, per 2021 posisi rasio penerimaan negara terhadap PDB Indonesia baru 11,8 persen. Angka tersebut jauh di bawah negara-negara tetangga kita seperti Kamboja, Thailand dan Vietnam.
Di mana ketiga negara tersebut memiliki rasio penerimaan negara terhadap PDB di atas 18 persen. Di antara negara tetangga, hanya Malaysia saja yang rasio penerimaan negara terhadap PDB sebesar 15,1 persen.
Baca juga: TKN: Terkait Rasio Pajak, Jawaban Gibran Cerdas dan Menyeluruh
"Sebagai ekonom, saya melihat target tersebut masih masuk akal, dengan catatan sumber-sumber penerimaan yang selama ini tidak tergali bisa kita ambil," kata Drajad.
Angka rasio penerimaan negara terhadap PDB sebesar 23 persen itu juga tercantum resmi dalam visi misi Prabowo-Gibran yang diserahkan ke KPU.
Di dalam visi misi tersebut dinyatakan bahwa untuk mencapai target 23 persen, negara membutuhkan terobosan konkret dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri, salah satunya melalui rencana pendirian Badan Penerimaan Negara.
Selain itu Drajad mengatakan, salah satu sumber pendanaan untuk merealisasikan program Prabowo-Gibran berasal dari revisi regulasi. Menurutnya, ada regulasi di Indonesia yang jika salah satu pasalnya diubah, negara bisa menghasilkan pendapatan hingga lebih dari Rp100 triliun.
"Contohnya adalah kasus-kasus pajak dan hukum lain yang sudah inkracht dan masih ada beberapa sumber pendapatan lainnya. Salah satunya pernah saya ungkapkan, hanya dengan perubahan satu peraturan, dana sebesar Rp116,4 triliun bisa dimanfaatkan. Lebih besar dari Rp104 triliun yang pernah saya sebut sebelumnya," ungkap Drajad.
Drajad mengakhiri bahwa pesimisme soal peningkatan penerimaan negara mungkin karena memang belum mengetahui sumber-sumber yang dijelaskan. "Jika sudah tahu, saya yakin akan optimis seperti saya," pungkas Drajad. (***Matheus***)