Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Usulan TPN Ganjar-Mahfud Soal Penundaan Proses Hukum Selama Pemilu Dinilai Wajar, Ini Kata PBHI

Adapun TPN Ganjar-Mahfud mengusulkan hal tersebut, karena menurut mereka hukum berpotensi dijadikan alat politik.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Usulan TPN Ganjar-Mahfud Soal Penundaan Proses Hukum Selama Pemilu Dinilai Wajar, Ini Kata PBHI
Tangkapan Layar: Kanal Youtube PBHI_Nasional
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyebut wajar soal alasan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengusulkan proses caleg, capres, cawapres, dan tim kampanye ditunda hingga Pemilu 2024 berakhir.

Adapun TPN Ganjar-Mahfud mengusulkan hal tersebut, karena menurut mereka hukum berpotensi dijadikan alat politik.

"Alasan ini masuk akal, selain masuk akal, alasan ini juga relevan dengan kondisi penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo, utamanya di periode kedua," kata Ketua PBHI Julius Ibrani, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Selasa (2/1/2024).

Julius mulanya menyoroti politisasi dalam hal penegakkan hukum, yakni pemberian label "All President's Man" pada alat pertahanan dan keamanan, yakni TNI-Polri.

"Jadi bukan karena meritokrasi dia dipilih, bukan karena prestasi dia dipilih, bukan karena rekam jejak yang baik dia dipilih. Tapi 'all president's man' yang disebut Gank Solo," kata Julius.

Julius kemudian menganalogikan penegakan hukum seperti pedang tajam gladiator, yang diarahkan kepada kelompok-kelompok kritis, aktivis, pegiat kemanusiaan, hingga dosen-dosen yang kritis terhadap pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Mulai dari Rocky Gerung, Haris Azhar, Fathia, banyak lagi. Nah kemudian, seluruh instrumen regulasi juga diarahkan untuk membungkan kebebasan publik, baik itu kebebasan akademik, kebebasan berpendapat, berekspresi, itu juga sudah diarahkan, KUHP, Omnibuslaw Cipta Kerja, dan yang lain," ucapnya.

Selain itu, Julius juga menyoroti cepatnya proses pidana terhadap kelompok-kelompok oposisi eksekutif, yang kerap dijerat pasal-pasal karet. Seperti penyebaran hoaks dan pencemaran nama baik.

Ia memberi contoh komparasi melalui kasus yang menjerat Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono dengan perkara dugaan netralitas TNI yang melibatkan ajudan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, yakni Mayor Teddy Indra Wijaya.

"Tengok aja kasus Aiman. Apa yg dilakukan Aiman itu, apa yg disampaikan Anggota DPR RI Komisi III secara terbuka itu konsumsi publik itu. Kemudian komika yang dituduh penodaan agama, ini pasal karet juga yang multitafsir, yang hadir di acara Amin," ucapnya.

"Sementara giliran Mayor Teddy Wijaya hadir di dalam barisan paslon 2 ikut berkampanye mengeluarkan simbol-simbol tertentu sama sekali tidak dipidana," sambung Julius.

"Jadi artinya adalah ada kekhawatiran di mana penegakan hukum dan aparat penegak hukum ini kian dipolitisasi untuk menghantam oposisi eksekutif, karena eksekutif ikut dalam pemilu 2024 nanti lewat putra sulungnya (Gibran Rakabuming Raka)," tutur Julius.

Sebagai informasi,aturan penundaan proses hukum yang melibatkan peserta pemilu ini sejatinya sudah diperintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Surat Telegam nomor ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang penundaan proses hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024.

Sebelumnya, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendorong dilakukannya penundaan proses hukum terhadap para peserta Pemilu 2024 hingga jajaran tim suksesnya.

"Saya minta supaya ada kebijakan penundaan proses hukum terhadap caleg, capres ya cawapres, dan pendukungnya, kalau ada, termasuk tim kampanye," kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, dalam konferensi pers di Media Center TPN, Jakarta Pusat, Jumat (29/12/2023).

Todung mengatakan, penghentian sementara proses hukum itu bertujuan untuk menekan adanya gangguan di tengah berjalannya Pemilu.

Sebab ia tak menapik potensi hukum dapat digunakan sebagai alat untuk menekan siapapun. Ia menilai hal ini bisa mengganggu iklim Pemilu.

"Itu juga bisa dijadikan sebagai alat untuk menekan. Ya tidak boleh ada penyalahgunaan kekuasaan termasuk mengarahkan aparat penegak hukum, melakukan proses hukum. Apakah itu penyelidikan, penyidikan, apalagi penuntutan dan pengadilan. Sama sekali tidak boleh," kata Todung.

Todung menjelaskan, sejumlah negara telah menerapkan aturan penundaan proses hukum tersebut.

Sehingga, melalui alasan yang disampaikannya itu, Todung menilai, Indonesia perlu ikut menerapkannya dalam Pemilu 2024.

"Di beberapa negara kita melihat kebijakan itu (penghentian sementara proses hukum) sudah diambil. Tapi kita tidak punya kebijakan itu. Nah menurut saya ini bahaya kalau itu diteruskan ya," ucap Todung.

Lebih lanjut, ia kemudian menuturkan, proses hukum akan membuat iklim politik menjadi tidak fair dan membuat pemilih menjadi takut untuk memilih.

Tak hanya itu, ia juga menilai, para peserta pemilu akan dibuat merasa diawasi.

"Membuat capres-cawapres, caleg itu merasa diawasi seolah jadi sandra," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas