Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Celah Eksekusi Usulan Pemakzulan Jokowi Diungkap, TKN Prabowo-Gibran Sebut Gerakan Orang Frustasi

Menurut Ray Rangkuti, banyaknya Menteri Jokowi yang sibuk terlibat kampanye saat ini bisa menjadi celah usulan pemakzulan Jokowi dieksekusi.

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Celah Eksekusi Usulan Pemakzulan Jokowi Diungkap, TKN Prabowo-Gibran Sebut Gerakan Orang Frustasi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTARSI Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak merespons usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo usai pertemuan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

Kemungkinan pemakzulan Presiden Jokowi itu disampaikan oleh Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti seperti dikutip Tribunnews.com pada Jumat (12/1/2024).

Menurut Ray Rangkuti, banyaknya Menteri Jokowi yang sibuk terlibat kampanye saat ini bisa menjadi celah usulan pemakzulan Jokowi dijalankan.

Dirinya menilai, kampanye menteri mengacaukan sejumlah program yang tengah berjalan.

Sehingga bisa jadi para pembantu Presiden itu tidak bisa diandalkan lagi oleh Jokowi karena sibuk kampanye.

"Makanya pemakzulan macam-macam itu bisa terjadi tanpa diomongkan kalau kinerja Pak Jokowi seperti yang sekarang. Semua menteri-menterinya sibuk. Dan tidak ada lagi yang bisa diandalkan oleh Pak Jokowi," ujar Ray.

Namun, Ray menyebut isu pemakzulan tidak akan memberikan dampak positif bagi kubu pasangan calon (paslon) capres dan cawapres yang menguatkannya.

Berita Rekomendasi

Ray justru melihat isu tersebut akan memberikan dampak positif pada kubu Jokowi.

Sebaliknya justru isu pemakzulan akan berdampak negatif pada kubu lawan yang mencetuskannya.

"Menjelang pelaksanaan pemilu seperti sekarang ini, berbicara pemakzulan itu tidak menguntungkan sebetulnya. Katakanlah kalau paslon yang bicara itu, ya paslonnya yang akan kena," kata dia.

Sebab kepemimpinan Jokowi selesai hanya kurang dari satu tahun lagi. Sehingga rakyat akan bersimpati kepada Jokowi apabila diserang dengan isu pemakzulan.

"Karena tinggal nggak sampai satu tahun lagi kan, kalau jabatan beliau akan berakhir. Jadi orang jangan diajak berpikir yang makin rumit. Oleh karena itu, bukan ke Pak Jokowi-nya yang kena itu. Ke Pak Jokowi-nya bisa imbas positif kalau isu pemakzulan itu dilakukan," sambung dia.

Bentuk kekecewaan terhadap Jokowi


Sementara itu, Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro menilai masyarakat sipil yang mengusulkan pemakzulan presiden merupakan bentuk kekecewaan kepada Jokowi.

"Usulan masyarakat sipil yang sudah menghadap ke menkopolhukam adalah meminta yang bersangkutan (Presiden Jokowi) mundur," kata Siti Zuhro ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (10/1/2024).

Ia melanjutkan bahwa itu adalah refleksi dari kejengahan, kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat agar pemilu ini tidak boleh diintervensi.

"Bukan cewe-cewe lagi tapi tidak boleh diintervensi," jelasnya.

Baca juga: Istana: Ada Saja Pihak Pakai Narasi Pemakzulan Presiden demi Elektoral

Kemudian Siti Zuhro menjelaskan meski Jokowi merupakan seorang presiden. Dia menjalankan tugasnya sebagai otoritas tertinggi di bidang eksekutif. 

"Bukan menginterupsi tahapan pemilu. Karena Pemilu ini sudah ada stakeholdernya. Pesertanya partai politik, penyelenggaranya KPU, Bawaslu DKPP dan masyarakat sebagai pemegang otoritasnya sebagai pemilih," sambungnya.

Peneliti utama politik BRIN itu menegaskan bahwa hal itu harus dihormati oleh seorang presiden.

Reaksi TKN Prabowo-Gibran

Juru Bicara Prabowo-Gibran, Hasan Nasbi menanggapi santai gerakan pemakzulan Jokowi yang akhir-akhir ini banyak muncul. 

Menurut Hasan suara-suara ini muncul diduga dari rasa frustasi dari pihak yang menyadari diri akan kalah, namun tidak mampu berpikir jernih. 

“Gerakan pemakzulan ini sebenarnya sepaket dengan gerakan dalam rangka mendelegitimasi Pemilu 2024. Ini sebenarnya sederhana saja. Orang-orang yang sudah frustasi, diambang kekalahan, sudah buntu, dan sudah nggak tahu lagi mau ngapain, biasanya sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang ekstrim," kata Hasan kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).

Menurut Hasan, Gerakan Pemakzulan Jokowi ini mengkonfirmasi bahwa pihak yang akan kalah menyadari peluang mereka sangat kecil untuk menang. 

“Meskipun mereka tiap sebentar menyatakan nggak percaya sama hasil survei yang saat ini beredar, tapi jauh di dalam lubuk hati mereka tahu persis keadaan yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari hasil-hasil survei itu. Artinya peluang menang mereka, mau itu satu atau dua putaran, sangat kecil,” jelasnya. 

Hasan Nasbi mengaku tidak kaget dengan adanya gerakan tersebut.

Dia sudah memprediksi munculnya gerakan tersebut di akhir desember lalu.  

“Tanggal 29 Desember lalu saya sudah katakan di channel youtube saya bahwa Januari ini akan ada orang-orang yang seolah-olah independen, menyuarakan dua hal ini (pemakzulan dan delegitimasi Pemilu). Mereka seolah-olah non partisan tapi aslinya bagian dari pemenangan atau pendukung garis keras Capres tertentu,” tuturnya. 

Hasan menyebut prediksinya tersebut hari ini sudah terbukti.

Baca juga: Mahfud MD, Puan Maharani, Gibran hingga Cak Imin Komentari Usulan Pemakzulan Presiden

“Terbukti beberapa hari lalu ada orang-orang yang merasa tokoh mendatangi Mahfud MD bicara soal pemakzulan. Dari nama-nama yang ditampilkan oleh media, kita tahu sebagian besar mereka adalah pendukung Capres tertentu, sebut saja capres sebelah kiri,” ujarnya.

“Lalu hari ini ada Dosen, Pegawai negeri, Profesor yang juga sekaligus konsultan politik pendukung capres tertentu, sebut saja capres sebelah kanan, juga bicara soal pemakzulan. Katanya pemilu ini lebih berintegritas kalau nggak ada Pak Jokowi. Ini juga bentuk frustasi,” jelas Hasan. 

Hasan tidak menutup kemungkinan akan ada lagi orang-orang yang akan muncul untuk menyuarakan hal yang sama.

“Apalagi kalau ide pemakzulan ini muncul dari pemilik polster dan konsultan politik. Saya curiga angka Prabowo-Gibran yang dia temukan sudah menembus 50 persen. Jadi sudah terlanjur basah, ya sudah mandi sekali," jelasnya. 

Kepada pihak yang disebutnya sudah merasa frustasi ini, Hasan Nasbi menyarankan untuk membaca dan mempelajari sosok Vasili Arkhipov, officer kedua kapal selam Rusia yang pernah menyelamatkan dunia pada tahun 1962. 

“Arkhipov, seorang officer kedua dalam kapal selam Rusia dibawah Kapten Valentin Savitsky, menggunakan veto-nya untuk tidak meluncurkan rudal nuklir dari kapal selam Rusia yang diganggu terus menerus oleh kapal perusak Amerika. SOP saat itu, tombol nuklir hanya bisa dipencet kalau disetujui oleh tiga orang pimpinan tertinggi di kapal tersebut, termasuk Arkhipov," kata Hasan. 

Arkhipov, ujar Hasan, tetap mampu berpikir waras dan jernih meski berada di kedalaman laut, nyaris kehabisan oksigen, dan tidak punya informasi apapun soal apa yang terjadi di atas laut. 

“Arkhipov mampu berpikir jernih dan menolak menyetujui meluncurkan rudal nuklir. Jadi meski saat pulang ke Russia mereka di-bully oleh tentara lain karena dianggap pengecut dan takut mati di kedalaman laut, namun berkat vetonya dunia selamat dari perang dunia ketiga sekaligus perang nuklir,” ucap Hasan. 

Hasan kemudian menyayangkan jika dalam Pemilu 2024 ini, pihak-pihak yang seharusnya berpikir seperti Arkhipov justru ikut memanas-manasi suasana, bahkan mengusulkan pemakzulan.

“Jadi dalam perang sekalipun perlu ada orang yang berpikiran waras dan jernih. Ironisnya, untuk sekadar Pemilu saja, orang yang diharapkan tetap waras, yang harus berpikiran jernih, justru jauh dari itu semua. Kalau rasa-rasanya mau kalah pemilu, malah mengusulkan bumi hangus sekalian. Sangat disayangkan,” ujar Hasan.

Respons Istana

Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana juga angkat bicara soal isu tersebut.

"Terkait pemakzulan Presiden, mekanismenya sudah diatur dalam Konstitusi. Koridornya juga jelas, harus melibatkan lembaga-lembaga negara (DPR, MK, MPR), dengan syarat-syarat yang ketat. Diluar itu adalah tindakan inkonstitusional," ujar Ari kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).

Baginya, menyampaikan pendapat, kritik, dan mimpi politik adalah hal yang sah-sah saja di negara demokrasi.

Ari kemudian menyinggung sejumlah pihak yang menggunakan narasi pemakzulan presiden di tahun politik.

"Saat ini kita tengah memasuki tahun politik, pasti ada saja pihak-pihak yang mengambil kesempatan gunakan narasi pemakzulan Presiden untuk kepentingan politik elektoral," kata Ari.

Lalu Ari bicara soal tuduhan kecurangan pemilu.

Menurutnya, tuduhan itu harus bisa diuji.

"Klaim itu juga harus diuji dan dibuktikan dalam mekanisme yang sudah diatur dalam UU. Berdasarkan UU, Bawaslu dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif Pemilu serta pelanggaran pidana Pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan," kata Ari.

"Jadi, apabila terjadi pelanggaran pemilu, laporkan saja ke Bawaslu," lanjutnya.

Di tahun politik, kata Ari, Jokowi terus bekerja memimpin pemerintahan sampai akhir masa jabatan. Ari bersyukur, kepuasan masyarakat kepada Jokowi terus menguat.

"Ini bisa dilihat dari hasil survei dari lembaga survei kredibel, tingkat kepuasan atas kinerja Presiden Jokowi masih tetap tinggi, diatas 75 persen. Dukungan rakyat menjadi 'energi' untuk menuntaskan program-program prioritas pemerintahan agar dampaknya makin dirasakan oleh rakyat di seluruh penjuru tanah air," tutur Ari.

Syarat pemakzulan

Diberitakan Mahfud MD menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, ada lima syarat untuk memakzulkan presiden.

“Satu presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat misal membunuh atau apa, keempat melanggar ideologi negara, kelima melanggar kepantasan atau melanggar etika,” jelasny

Menurutnya, pemakzulan presiden tidak mudah direalisasikan sebelum Pemilu.

Pasalnya, usulan tersebut akan masuk terlebih dulu ke lembaga legislatif dan membutuhkan proses sangat panjang.

“DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach. Impeach itu pendakwaan, harus dilakukan oleh minimal sepertiga anggota DPR, dari 575 anggota DPR,” ucapnya.

“Dari sepertiga (anggota DPR) ini harus dua per tiga hadir dalam sidang. Dari dua per tiga yang hadir harus dua per tiga setuju untuk pemakzulan,” tambahya.

Kemudian, jika syarat tersebut tercapai atau DPR menyetujui pemakzulan, usulan tersebut pun harus kembali dilanjutkan pada proses sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau DPR setuju, nanti dikirim ke MK. (Dicek) apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti MK sidang lagi lama. Padahal ini yang menggugat itu mintanya agar dimakzulkan sebelum pemilu,” ujarnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas