KIP Ingatkan Capres-Cawapres Soal Hak Warga Negara untuk Tahu Pengadaan Barang dan Jasa
Capres-Cawapres perlu menyertakan keterbukaan informasi publik dalam agenda pemberantasan korupsi karena itu solusi hulu yang tak boleh diremehkan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI) Arya Sandhiyudha memandang para calon presiden dan calon wakil presiden perlu menyertakan agenda keterbukaan informasi publik dalam agenda pemberantasan korupsi.
Arya berpendapat keterbukaan informasi publik adalah solusi hulu yang tidak boleh diremehkan.
Hal tersebut karena sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di mana satu di antara tujuannya adalah untuk mencegah korupsi.
Dengan demikian, kata dia, penting bagi capres dan cawapres melihat agenda keterbukaan informasi publik sebagai peluang partisipasi warga negara mengawasi.
Menurutnya, agenda tersebut harus dipandang penting sebagai satu di antara solusi di level hulu dalam pemberantasan korupsi.
Ia mengatakan salah satu agenda konkret Keterbukaan Informasi Publik adalah melibatkan masyarakat ikut berpartisipasi mengawasi pengadaan barang dan jasa (barjas).
Baca juga: Prabowo Ingin Gaji Pejabat di RI Naik tapi Ditindak Sekerasnya Bila Korupsi
Untuk itu, Arya mengingatkan para calon presiden soal hak warga negara untuk mengetahui pengadaan barang dan jasa.
Menurutnya hal tersebut secara eksplisit belum terungkap saat Dialog Paku Integritas Capres-Cawapres di KPK pada Rabu (17/1/2024).
"Ada hak warga negara untuk mengetahui, melihat, dan meminta informasi pengadaan barang dan jasa sebagai bagian dari kontrol dan pengawasan publik terhadap semua Badan Publik yang anggarannya dibiayai oleh masyarakat melalui nomenklatur APBN dan/atau APBD," kata Arya ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (18/1/2024).
Arya menjelaskan di dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa informasi terkait barang dan jasa merupakan informasi publik yang terbuka, baik itu dalam kategori informasi wajib tersedia setiap saat maupun informasi wajib berkala.
Artinya, kata dia, informasi terkait barang dan jasa termasuk yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala di laman website dan perangkat layanan informasi publik lainnya.
Berarti, kata dia, ada keharusan Badan Publik menyajikan tanpa perlu diminta.
"Ketika agenda ini menjadi perhatian Pemimpin tertinggi dalam Pemerintahan dan/atau Badan Publik, maka ketika ada informasi barjas senantiasa dihadirkan berkala, maka masyarakat tanpa perlu lagi memohom informasi ke Pemerintah dan/atau Badan Publik, semua dapat berpartisipasi mengetahui dan mengawal penggunaan uang rakyat digunakan untuk pembangunan apa," kata dia.
Di sisi lain, menurutnya keterbukaan agenda keterbukaan informasi yang didasarkan UU 14/2008 tersebut juga tetap proporsional dengan memberikan hak pemerintah dan/atau Badan Publik untuk mengecualikan sejauh itu berkaitan dengan kepentingan negara pada Pasal 17 a, c, d, f, i, kepentingan bisnis Pasal 17 b, d, e, dan kepentingan pribadi pasal 17 g dan h.
Baca juga: Langkah Ganjar-Mahfud Tekan Praktik Korupsi, Perkuat Instrumen LHKPN Hingga Penegak Hukum
Begitu juga, lanjut dia apabila ada pedoman regulasi lain yang berkaitan dengan sektor dan tema khusus, atau ada barang dan jasa yang terkualifikasi secara khusus berkaitan dengan salah satu kepentingan yang dilindungi UU.
Ia juga menitipkan pesan agar pada rangkaian debat atau dialog berikutnya para Capres Cawapres tetap menjadikan UU 14/2008 sebagai pedoman terkait kualifikasi informasi terbuka dan rahasia.
"Pada debat keempat nanti di tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat, tentu saja agenda anti-korupsi dapat tetap disinggung di sektor-sektor tersebut, tanpa musti mengabaikan pagar terbuka dan dikecualikan dalam informasi publik terkait," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.