Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Budiman Sudjatmiko: Isu Pemakzulan Sudah Ada Sebelum Presiden Jokowi Ucap Memihak di Pilpres

Ia menuturkan bahwa isu pemakzulan semakin kuat seiring dengan elektabilitas Prabowo-Gibran yang semakin tinggi.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Budiman Sudjatmiko: Isu Pemakzulan Sudah Ada Sebelum Presiden Jokowi Ucap Memihak di Pilpres
istimewa
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko. Budiman Sudjatmiko menanggapi isu pemakzulan seusai Presiden Joko Widodo (Jokowi) bilang akan memihak di Pilpres 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menanggapi isu pemakzulan seusai Presiden Joko Widodo (Jokowi) bilang akan memihak di Pilpres 2024.

Menurut Budiman, ancaman adanya pihak yang ingin memakzulkan Presiden Jokowi sudah bergulir sejak lama. Bahkan, kata dia, isu itu sudah muncul sebelum Eks Gubernur DKI Jakarta itu berucap akan memihak di Pilpres 2024.

Baca juga: Presiden Jokowi Terancam Dilaporkan ke Bawaslu hingga Penuhi Syarat Pemakzulan

"Silakan kalau teman-teman berpikir seperti itu, sebelum Jokowi berbicara itu pun isu pemakzulan juga banyak diomongin kok ya jadi Pak Jokowi berbicara itu atau tidak berbicara, saya pikir memang niat mereka memang untuk memakzulkan," ucap Budiman saat ditemui awak media di Kertanegara, Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2024).

Ia menuturkan bahwa isu pemakzulan semakin kuat seiring dengan elektabilitas Prabowo-Gibran yang semakin tinggi. Padahal sebelumnya, isu tersebut tidak pernah bergulir saat elektabilitas paslon nomor urut 2 itu masih di bawah 30 persen.

"Ketika survei Pak Prabowo di bawah 30 persen rekomendasi kira-kira santai aja. Ketika surveinya 40 persen ke atas harus hati-hati. Ketika survei di atas 50 persen bukan rekomendasinya, makzulkan," katanya.

Baca juga: Pakar Hukum Sebut Jokowi Telah Penuhi Syarat Pemakzulan, Buntut Ucapan Presiden Boleh Kampanye

Ia menuturkan bahwasanya isu pemakzulan hanya digulirkan oleh orang-orang yang khawatir ia akan kalah di pilpres kali ini. Dia pun mengibaratkan isu pemakzulan ini seperti anak-anak yang sedang berebut layangan putus.

Berita Rekomendasi

"Sekarang gini deh siapa sih yang berkepentingan membubarkan sebuah pesta? mereka yang tidak diundang di pesta itu atau mereka yang tidak bisa menangkan tiket war dr pesta itu?" tanya Budiman.

"Saya ngga yau pernah rebutan main layangan nggak waktu kecil? saya suka rebutan layangan. Kalau yang layangannya putus, suka robek-robek. Layangannya yang engga tuh. Saya kira orang-orang berpikir pemakzulan saya pikir mereka masih dalam tahap anak-anak merobek layangan putus yang tidak bisa mereka rebut," tuturnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Todung Mulya Lubis menyebut pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait presiden memiliki hak melakukan kampanye dan berpihak berpotensi dapat dijadikan alasan dilakukannya pemakzulan

Todung mengatakan, berdasarkan konstitusi, satu di antara beberapa alasan dapat dilakukannya pemakzulan, yakni apabila presiden melakukan perbuatan tercela. 

"Presiden juga bersumpah sebelum menjalankan tugas-tugasnya, di mana di antara lain presiden berjanji akan melaksanakan konstitusi dan hukum, itu ada dalam Pasal 9 UUD 1945," ucap Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024). 

Oleh karena itu, menurut Todung, jika presiden tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang dalam hal ini terkait pernyataannya tersebut, maka perilaku Jokowi memiliki kemungkinan ditafsirkan sebagai perbuatan tercela.

Baca juga: Ini Kata Surya Paloh soal Isu Pemakzulan Presiden Jokowi

Lebih lanjut, jika perilaku Jokowi itu telah disimpukan sebagai perbuatan tercela, kata Todung, maka hal tersebut berpotensi dapat menjadi alasan untuk pemakzulan

"Saya tidak mengatakan harus melakukan pemakzulan, tapi ini yang saya baca dalam pasal 9 ini, dan kalau dikaitkan dengan pasal pemakzulan baik itu dalam UU MK kita ketahui selama ini, kalau kita ini ingin menyimpulkan itu sebagai perbuatan tercela, ya maka ini bisa diidentikkan sebagai alasan seperti yang saya katakan tadi. Ini ditulis pasal 7A UUD 1945," tutur Todung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas