Menerka Sosok Potensial Gantikan Mahfud MD Jadi Menko Polhukam, Ada Yusril hingga Jimly Asshidiqqie
Pengamat Politik, Ujang Komarudin bicara tentang sosok potensial untuk menggantikan Mahfud MD sebagai Menko Polhukam.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Bobby Wiratama
Mahfud Titip Dua Hal untuk Penggantinya
Mahfud MD menyampaikan kepada Presiden Jokowi, ada tugas yang mesti diselesaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) yang baru kelak, Kamis (1/2/2024).
Kedua tugas tersebut, kelak harus ditanggung oleh sosok yang menggantikannya.
Adapun dua tugas itu, yakni penagihan sisa hutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Hal itu diungkapkan Mahfud sesaat setelah menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Menko Polhukam kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Cerita Mahfud soal Gejolak Pro-Kontra di Internal Sebelum Putuskan Mundur dari Menko Polhukam
"Dua hal yang masih menggantung dari tugas khusus Bapak Presiden (kepada saya) adalah Pertama BLBI dan pelanggaran HAM Berat."
"BLBI semula negara terancam kehilangan uang Rp 111 triliun, dan sudah berhasil diselamatkan sekitar Rp 35,8 triliun. Sisanya sudah dipetakan dan akan terus ditagih," kata Mahfud dikutip dari WartaKotaLive.com.
Penyelesaian pelanggaran HAM berat, kata calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 itu, harus segera diselesaikan.
"Tentang pelanggaran HAM berat dari sudut korban memang harus diselesaikan karena sudah ada Inpres dan mendapat pujian dari PBB," lanjut Mahfud.
Terkait sosok yang cocok menggantikannya sebagai Menko Polhukam, Mahfud menyerahkannya ke Jokowi.
Baca juga: Mundur dari Menko Polhukam, Ganjar Pastikan Cara Komunikasi Mahfud MD Tidak Berubah
Hal itu diungkapkan karena sepenuhnya pemilihan Menko Polhukam yang baru adalah hak prerogatif presiden.
"Kalau siapa-siapa nama yang cocok untuk menggantikan itu, sama sekali saya hindari untuk bicara itu karena itu sepenuhnya hak prerogatif presiden," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, hak prerogatif tersebut menyangkut profesionalisme dan konstelasi politik yang diinginkan oleh presiden juga.
Untuk itu, ia menegaskan tidak akan ikut campur soal hal tersebut.
"Jadi saya tidak akan ikut campur. Besok pun ditanya seumpama, saya bilang tidak tidak tahu siapa yang cocok," jelas Mahfud.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Galuh Widya Wardani)