Presiden Terpilih Diharapkan Bentuk Lembaga Peradilan Khusus Konflik Agraria, Ini Alasannya
Ia juga mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dan penghormatan kepada rakyat menyangkut soal reforma agraria.
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Kajian Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam (PK HASA) berharap presiden dan wakil presiden terpilih dari Pilpres 2024 memiliki political action dan political will mengatasi banyaknya persoalan dalam isu reforma agraria.
Salah satu yang dititikberatkan oleh PK HASA yakni pembentukan peradilan khusus konflik tanah.
Ketua PK HASA Aartje Tehupeiory mengatakan, dengan adanya peradilan khusus sengketa tanah menunjukkan negara melindungi secara hukum bagi masyarakat yang menjadi korban dalam sejumlah kasus agraria.
"Kami sangat mengharapkan agar dibentuk peradilan khusus di dalam penyelesaian sengketa-sengketa tanah, yang tentu merupakan representatif dari negara untuk dapat memberikan perlindungan hukum dan juga kesejahteraan bagi mereka yang membutuhkan, dan juga mencari keadilan," kata Aartje dalam diskusi bertajuk 'Menagih Janji Capres-Cawapres dengan Tema Reforma Agraria dan Kesejahteraan Sosialisasi, di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Aartje mengatakan, sesuai dengan UUD 1945, bahwa sumber daya alam itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Namun Aartje mengaku masih melihat ketimpangan agraria masih menjadi permasalahan di Indonesia.
"Di sini saya berharap agar kedepankan program-program yang ada, ya tentu rakyat akan melihat, menilai, memilih presiden dan wakilnya yang memimpin lima tahun ke depan untuk dapat melaksanakan tugas tanggung jawab sesuai dengan konstitusi," kata dia.
Baca juga: Warga Lampung Keluhkan Konflik Pertanahan, Mahfud Janji Bentuk Lembaga Peradilan Khusus Agraria
Ia juga mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dan penghormatan kepada rakyat menyangkut soal reforma agraria.
"Saya bisa mengatakan masyarakat Indonesia baik yang ada di kota-kota besar, bahkan sampai daerah-daerah yang terkecil yang ada di Indonesia karena saat ini masih dirasakan kurang dari kesejahteraan dan keadilan. Sudah ada, tetapi belum seutuhnya itu didapati," ujarnya.
Misalnya proyek food estate, yang menurut Aartje dalam penelitian dan hasil diskusi di PK HASA, proyek tersebut masih sangat bertentangan dengan banyak hal, baik itu ke para petani maupun ke soal ketahanan pangannya.
"Karena seharusnya petani yang harus menggarap, tetapi dilakukan oleh orang-orang tertentu, ya akhirnya petani sangat terabaikan akan haknya yang dalam hal melaksanakan mata pencaharian di dalam hal kebutuhannya sehari-hari terabaikan," kata dia.
"Itu perlu prinsip kehati-hatian. Kita perlu pembangunan, sangat perlu investasi, tetapi juga jangan mengabaikan akan hak-hak masyarakat yang terabaikan," pungkasnya.
Baca juga: Pengakuan Prabowo Jelang Debat Final: Latihan Sampai Malam karena Takut Diberi Nilai Rendah Lagi
Diketahui, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan data 2.710 konflik agraria terjadi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.