Gaduh Hitung Suara Salah Sistem, Penggelembungan Suara Bisa 'Untungkan' Satu Paslon
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan salah input dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) disebabkan oleh human error.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
“Apalagi misalkan tidak sama dengan pembanding yang lain contohnya quick count, jadi ini pembelajaran bagi KPU juga bagi KPU supaya tidak gegabah membuat aplikasi Sirekap,” kata Ujang.
Dia menegaskan kegaduhan yang timbul berbahaya untuk keberlangsungan demokrasi.
Tidak menutup kemungkinan, pihak yang kalah akan menuduh pihak yang menang melakukan kecurangan.
“Tetapi kan kalau ditutup tentu ini akan membuat wajah KPU juga tercoreng jadi kelihatannya akan terus dibiarkan sambil mengkoreksi, mengevaluasi permasalahan atau kejadian yang rumit di hasil Sirekap tersebut,” ungkapnya.
Dosen Ilmu Politik Universitas Al Azhar itu meyakini penutupan aplikasi Sirekap akan merugikan bagi penyelenggara pemilu yakni KPU RI.
Hal yang merugikan itu terkait anggaran besar untuk membangun Sirekap sedangkan output yang dihasilkan tidak sesuai harapan.
Dan ketika aplikasi Sirekap digunakan lalu justru banyak kesalahan walhasil masyarakat bisa bereaksi.
“Masyarakat bisa saja menuduh bahwa ada dugaan kecurangan karena itu maju kena dan mundur juga kena Sirekap ini,” tutur Ujang.
Ujang melihat persoalan Sirekap yang kemudian menjadi isu penggelembungab suara adalah tugas seluruh elemen masyarakat.
Penghitungan suara haruslah dikawal dan dipantau secara bersama-sama.
“Ada atau tidaknya dugaan penggelembungan suara itu harus dilihat secara utuh jangan sampai kita menyimpulkan sesuatu yang belum melalui proses hukum,” ujar dia.
Lebih lanjut, Ujang merekomendasikan pihak yang menilai adanya dugaan penggelembungan suara agar melaporkan ke Bawaslu.
Selain itu dugaan markup suara juga bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi.
“Ini yang harus dijadikan patokan untuk membuktikan benar tidaknya kecurangan tersebut,” imbuhnya.