PSI Usulkan Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Pengamat Menilai Keliru, Golkar: Perlu Persetujuan Prabowo
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie nilai Presiden Jokowis emestinya menjadi sosok yang berada di atas semua partai.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Febri Prasetyo
Sebab, menurutnya hal itu tidak sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia yakini, presidensial.
Ia menjelaskan bahwa jabatan ketua koalisi partai politik hanya dikenal di negara dengan sistem pemerintahan parlementer.
"Setahu saya yang namanya koalisi atau kemudian pimpinan koalisi itu hanya ada di sistem parlementer," kata Ikrar, Senin (11/3/2024).
Ikrar kemudian mencontohkan sistem pemerintahan parlementer di Malaysia, yang seusai pemilu akan dibentuk koalisi.
Sementara, di Indonesia, koalisi partai politik merujuk pada kerja sama antarpartai ketika pemilu.
Ikrar pun menilai usulan Jokowi menjadi ketua koalisi partai politik tak perlu direalisasi.
Ia khawatir gagasan tersebut justru akan melahirkan "matahari kembar" yang menghadapkan dua kekuatan, yakni pimpinan koalisi dan presiden.
Indonesia negara yang menganut sistem presidensial. Oleh karena itu. menurutnya, presiden tetap memegang jabatan tertinggi sebagai pimpinan pemerintahan.
“Janganlah kita menghadirkan atau melahirkan situasi yang sangat pelik dalam politik atau yang disebut dengan matahari kembar," ucap Ikrar.
"Kalau tadi dikatakan bahwa yang terpilih adalah Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden, ya kita harus menghormatilah siapa yang kemudian terpilih dan biarlah kemudian Pak Prabowo yang nanti akan membangun koalisinya," lanjutnya.
Meski demikian, menurut Ikrar, Jokowi bisa saja memberikan usulan kepada pemerintahan Prabowo, tetapi tanpa cawe-cawe yang terlalu dalam.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Begini Alasan PSI Usulkan Jokowi menjadi Pemimpin Tertinggi Koalisi, Kewenangannya di Atas Parpol.
(Tribunnews.com/Milani Resti) (WartakotaLive.com/Feryanto Hadi) (KompasTv)