KPU: Keberatan Saat Rapat Pleno Rekapitulasi Bisa Jadi Modal Peserta Pemilu Tempuh Langkah Lanjutan
Keberatan atau keengganan menandatangani penetapan suara selama rapat pleno akan masuk catatan, dan bisa menjadi modal bagi peserta pemilu meneruskan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU mengatakan keberatan dari saksi partai politik maupun saksi pasangan calon yang diutarakan dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 bisa jadi modal bagi mereka untuk menggugat di jenjang berikutnya, seperti Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota KPU RI August Mellaz mengatakan baik keberatan atau keengganan menandatangani penetapan suara selama rapat pleno akan masuk catatan, dan bisa menjadi modal bagi peserta pemilu meneruskan langkah berikutnya.
"Kalau ini kan sebenarnya bagian dari ketentuan peraturan perundangan sejak pemilu 99, terutama pasca presiden pemilu 1999 kan bahwa itu catatan keberatan, kejadian khusus itu dicatat dan itu juga jadi modal buat peserta pemilu kalau misalnya meneruskan ke jenjang selanjutnya," kata Mellaz di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).
Mengingat kewenangan lembaga pengawas pemilu untuk dugaan penanganan pelanggaran hanya punya tenggat 20 Maret 2024 atau 35 hari pasca hari pencoblosan.
Sehingga jika melewati tenggat waktu tersebut maka wilayah kewenangannya bukan lagi ranah penyelenggara pemilu.
"Maka di luar itu prosesnya kan bukan lagi wilayah kewenangan dari penyelenggara pemilu," ungkapnya.