Pantarlih Fiktif Jadi Pemberat Tuntutan PPLN Kuala Lumpur Masduki di Kasus Pelanggaran Pemilu 2024
Jaksa penuntut umum meyakini adanya Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) fiktif hasil perekrutan PPLN Kuala Lumpur.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum meyakini adanya Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) fiktif hasil perekrutan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.
Keyakinan itu menjadi satu di antara beberapa pertimbangan memberatkan bagi terdakwa, khususnya Masduki Khamdan Muchamad yang merupakan Divisi Logistik PPLN Kuala Lumpur.
"Khusus terdakwa 7, Masduki Khamdan Muchammad, perbuatan terdakwa telah menyalahgunakan kewenangannya dalam perekrutan Pantarlih Luar Negeri Kuala Lumpur sehingga terdapat Pantarlih Luar Negeri Kuala Lumpur Fiktif," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2024) malam.
Menurut jaksa, perbuatan itu berakibat pada tak maksimalnya pelaksanaan pemutakhiran data pemilih.
Baca juga: Kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu, 7 PPLN Kuala Lumpur Dituntut 6 Bulan Penjara
"Menyebabkan pelaksanaan pemutakhiran data pemilih atau tugas Pantarlih mencocokan data pemilih di Kuala Lumpur tidak maksimal," kata jaksa lagi.
Pertimbangan jaksa ini selaras dengan fakta persidangan saat pemeriksaan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan, Tita Octavia Cahya Rahayu diperiksa sebagai terdakwa pada hari yang sama dengan pembacaan tuntutan.
Fakta itu terungkap ketika jaksa penuntut umum mengkonfirmasi keterangan Tita dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) di proses penyidikan.
Baca juga: 1.402 Data DPT Diubah, Ketua KPU Sempat Tegur Ketua PPLN Kuala Lumpur
"Ada di poin 30 halaman 17 terkait ketidakberesan Pantarlih, bahwa saudara Tita menyampaikan dalam BAP-nya: Pemutakhiran data pemilih dari DP4 menuju DPS tidak berjalan dengan maksimal, salah satunya karena disalah gunakan oleh beberapa oknum salah satunya yakni Masduki yang menggunakan Pantarlih fiktif untuk pengerjaan coklit, ada beberapa calo dalam Pantarlih," ujar jaksa membacakan keterangan Tita dalam BAP-nya.
Tita kemudian membenarkan keterangannya di BAP tersebut.
Dia pun menjelaskan bahwa sebagai Divisi Keuangan, menemukan kejanggalan pertama kali saat pembayaran honor Pantarlih.
Menurut Tita, lazimnya pembayaran honor Pantarlih dilakukan melalui transfer bank.
Namun, beberapa di antaranya, ada yang honornya dibayarkan tunai.
"Jadi beberapa Pantarlih itu diberi keleluasaan untuk dibayarkan honornya secara transfer, baik itu transfer Bank Malaysia maupun Bank Indonesia. Tapi khusus untuk beberapa orang yang diindikasikan fiktif tadi dipanggil langsung ke KBRI untuk mengambil honor secara tunai," kata Tita.
Dari situ, para Pantarlih yang datang langsung ke KBRI Malaysia mengaku tak melakukan tugasnya, melainkan dikerjakan orang lain.
Jumlah Pantarlih yang menghadap ke KBRI itu sebanyak 18 orang dari total Pantarlih Kuala Lumpur 683 orang.
"Di situ mereka dimintai keterangan kenapa mereka bisa honornya dititipkan mulai dari situ. Kemudian mereka mengatakan bahwa sebenarnya pekerjaan Pantarlih itu bukan mereka yang melakukan, tapi dilakukan oleh orang lain," katanya.
Dalam perkara ini sendiri, jaksa telah menuntut 7 PPLN Kuala Lumpur dengan pidana penjara 6 bulan terkait kasus dugaan pelanggaran Pemilu pengubahan daftar pemilih tetap (DPT).
Ketujuh PPLN tersebut ialah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur dan enam anggotanya: Tita Cahya Rahayu sebagai Divisi Keuangan, Dicky Saputra sebagai Divisi Data dan Informasi, Aprijon sebagai DIvisi Sumber Daya Manusia, Puji Sumarsono sebagai Divisi Sosialisasi, Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad sebagai Divisi Logistik.
Seluruh terdakwa, kecuali Masduki Khamdan Muchamad tak perlu menjalani hukuman tersebut jika sudah menjalani masa percobaan selama 1 tahun.
Sementara untuk Masduki, jaksa menuntut agar dia harus ditahan di rumah tahanan (Rutan).
Sebagai informasi, saat ini seluruh terdakwa tak ditahan di rutan, tetapi berstatus tahanan kota.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama 1 tahun sejak putusan inkrah, tidak mengulangi perbuatan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya," kata jaksa penuntut umum dalam tuntutannya.
"Khusus terdakwa 7, Masduki Khamdan Muchammad pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa 7 dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan," kata jaksa lagi.
Kemudian para terdakwa juga dituntut untuk membayar denda Rp 10 juta subsidair 3 bulan penjara.
Selain itu, para terdakwa juga diminta untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 5.000.
"Menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa masing-masing sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti denda berupa pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan," ujar jaksa penuntut umum di persidangan.
Tuntutan ini dilayangkan lantaran jaksa menilai bahwa para terdakwa telah melakukan tindak pidana pelanggaran Pemilu berdasarkan dakwaan, yakni Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, memalsukan data pemilih, baik yang menyuruh yang melakukan atau yang turut serta melakukan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan kesatu," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.