Feri Amsari: Memeriksa Angka-angka Bukan Pekerjaan MK, Itu Pekerjaan Penyelenggara Pemilu
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari meyakini MaK akan secara sungguh-sungguh menegakkan asas Pemilu Luber dan Jurdil dalam menangani sengketa Pilpres.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi diyakini akan secara sungguh-sungguh menegakkan asas Pemilihan Umum (Pemilu) yang langsung, umum, bebas, dan rahasia (Luber), serta jujur dan adil (Jurdil) dalam menangani Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Menurut Feri Amsari sebagai penjaga konstitusi, MK akan fokus pada persoalan apakah Pemilu telah diselenggarakan dengan memenuhi asas Luber dan Jurdil, ketimbang memeriksa soal perselisihan angka suara yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Bagi saya, memeriksa angka-angka itu bukan pekerjaan Mahkamah Konstitusi, itu pekerjaan Penyelenggara Pemilu."
"Coba perhatikan perbedaan yang ditentukan di konstitusi Pasal 24c kemudian pasal 22e ayat 1 bahwa MK itu punya kewenangan menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu salah satu yang harus ditegakkan sebagai penjaga konstitusi adalah Ketentuan Pasal 22e Ayat 1, yaitu penegakan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, 5 tahun sekali," jelas Feri Amsari dalam sebuah acara Rakyat Bicara yang ditayangkan sebuah stasiun televisi, Senin (26/3/2024).
Dosen hukum di Universitas Andalas Padang itu, menyampaikan tugas MK adalah memastikan apakah Pemilu telah memenuhi asas Luber dan Jurdil, karena akan akan berujung pada hasil yang jujur dan adil.
Baca juga: Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK
Dikatakan, jika MK hanya fokus pada angka atau selisih suara hasil Pemilu, maka hal itu pun akan kembali ke proses di mana pihak pemohon dan termohon akan menceritakan latar belakangnya.
Selain itu, lanjut Feri, MK juga harus mengkritisi penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, maupun penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah dan aparat terkait, apakah sudah menjalankan pemilu yang luber dan jurdil.
Pasalnya, keterlibatan dan kelalaian KPU dan pemerintah serta aparat sebagai pihak yang berwenang dan memiliki kekuasaan dapat mempengaruhi terwujudnya asas Pemilu Luber dan Jurdil.
Baca juga: Kubu Paslon 02 di Sidang MK: Pencalonan Gibran Bukan atas Titah Presiden Jokowi
"Menurut saya, ketika penyelenggara negara dinyatakan curang, dan ditemukan alat bukti bahwa penyelenggara pemilu curang, apakah hasilnya bisa dikatakan sah?" ungkap Feri.
Terkait dengan itu, Feri mendorong MK lebih fokus pada proses penyelenggaraan asas Pemilu dan prinsip penyelenggara pemilu, daripada memperdebatkan angka suara pemilu yang telah melalui proses di KPU.
Dia menjelaskan, pendekatan terkait penyelenggaraan pemilu yang memenuhi asas Luber dan Jurdil akan menjadi dasar untuk menilai apakah KPU sudah menjalankan tugasnya selaku penyelenggara Pemilu sesuai prinsip mandiri, efektif, profesional, dan berkepastian hukum.
Empat Prinsip
Feri mencatat, ada 4 prinsip yang telah dilanggar KPU. Untuk prinsip mandiri, KPU RI mengerahkan KPU Daerah untuk menbuat kecurangan dan meloloskan partai-partai tertentu. Ini sempat dibawa ke DPR dan kemudian ditutup.
Prinsip efektif dan profesional KPU juga bermasalah ketika Sirekap error, begitu pula saat proses rekapitulasi manual berjenjang, sampai pada saat mengumumkan hasil Pemilu, pada 20 Maret 2024.
Selain itu, prinsip berkepastian hukum juga telah dilanggar KPU, karena tidak mengubah PKPU setelah MK mengeluarkan putusan yang mengubah usia peserta Pilpres, namun langsung menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 2.