Alasan Kubu 01 Nilai Pencalonan Gibran Tak Sah: Jadi Cawapres saat Aturan KPU Belum Diperbaharui
Ahli Hukum Administrasi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ridwan mengungkap alasan mengapa pencalonan Gibran sebagai cawapres tidak sah.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Hukum Administrasi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ridwan menegaskan bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres tidak sah.
Hal tersebut diungkapkan Ridwan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (1/4/2024).
Sidang kali ini agendanya adalah pembuktian pemohon yang meliputi mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta pengesahan alat bukti tambahan dari kubu 01 atau kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Dalam sidang hari ini, Ridwan menjelaskan alasan mengapa pihaknya menilai pencalonan Gibran sebagai cawapres tidak sah secara hukum administrasi.
"Pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam perspektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah," kata Ridwan dalam Sidang Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, yang ditayangkan di kanal YouTube MK, Senin (1/4/2024).
Ridwan menerangkan, KPU membuka pendaftaran capres-cawapres pada 19 - 25 Oktober 2023.
Saat itu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 statusnya masih belum dihapus atau diubah.
Dalam peraturan KPU tersebut jelas diterangkan soal syarat usia capres-cawapres minimal 40 tahun.
Namun KPU tetap menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres yang mendampingi capres Prabowo Subianto.
Menurut Ridwan, KPU baru mengubah syarat usia capres cawapres setelah menerima pendaftaran Gibran. Norma yang diubah mengikuti putusan MK nomor 90 tentang syarat minimal usia capres dan cawapres.
Diketahui dalam putusan MK diatur capres dan cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun adalah pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Baca juga: VIDEO Timnas AMIN Bakal Bawa 12 Saksi dan 7 Ahli dalam Sidang MK
Ridwan lantas mempertanyakan mengapa KPU menerima pendaftaran dan menerima verifikasi berkas paslon nomor urut 02 yang tidak memenuhi syarat usia sesuai PKPU nomor 19 tahun 2023.
Pasalnya pada saat masa pendaftaran dan verifikasi dokumen, Peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 belum diperbaharui.
"Ini yang saya aneh dari perspektif saya sebagai ahli hukum administrasi, adalah pada konsiderans menimbang huruf a, di sana disebutkan untuk melaksanakan pasal 52 ayat 1 PKPU nomor 19 tahun 2023 padahal keputusan tentang penetapan pasangan peserta pemilu itu diterbitkan tanggal 13 November," terang Ridwan.
Baca juga: Lebih dari 10 Saksi Ahli Timnas AMIN Mundur Sebelum Sidang Sengketa Pilpres di MK
KPU harus Ubah Isi Aturan Sebelum Terima Gibran Sebagai Cawapres
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai harus mengubah isi muatan dalam Peraturan KPU (PKPU) saat Mahkamah Konsitusi (MK) menetapkan usia minimal pendaftaran peserta pemilihan umum (Pemilu) pilpres yang baru.
Hal ini mengingat putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Sehingga KPU yang sebagai lembaga penyelenggara pemilu harus menyesuaikan isu putusan.
Namun sebagaimana diketahui, pasca-Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia capres cawapres KPU tak kunjung melakukan revisi atas PKPU dan menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka dengan isi aturan yang lama.
"Produk MK itu dalam bahasa Belanda itu vonis, putusan. Sementara, pelaksanaan pemilu beserta rangkaiannya, itu diatur bukan vonis tapi diatur dengan peraturan perundang-undangan," ujar ahli hukum administrasi, Ridwan, selalu saksi dalam sidang sengketa pilpres di MK, Senin (1/4/2024).
Baca juga: Kubu Anies-Muhaimin: 10 Saksi Kami di PHPU MK Mundur, Mereka Takut Diintimidasi
"Sehingga meskipun dia final dan mengikat, tapi saya memaknainya final-nya itu dituju ke pihak terkait dan bentuknya mengubah sesuai dengan putusan MK," ia menambahkan.
Adapun untuk pelaksanaan administrasi pelaksanaan tata cara pencalonan, tentu harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh KPU selaku pihak yang berwenang.
"Sehingga dengan demikian, mau tidak mau, KPU memang harus mengubah itu (peraturan)," tegasnya.
Sebagai informasi, hari ini digelar proses mendengarkan keterangan dari total 17 saksi serta ahli Timnas AMIN dalam sidang sengeketa hasil pemilihan umum. Proses ini berlangsung secara hybrid: luring dan daring.
Baca juga: Saksi Kubu AMIN Sempat Ditegur hingga Kena Sindir Hakim MK di Persidangan
Ada dua pengajuan permohonan sengketa Pilpres 2024 yang disampaikan kepada MK.
Perkara pertama diajukan tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Kamis (21/3/2024) lalu.
Langkah yang sama juga dilakukan oleh tim hukum pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud yang mengajukan permohonan sengketa ke MK pada Sabtu (23/3/2024).
Kemudian, tim hukum pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendaftar ke MK sebagai pihak terkait pada dua perkara tersebut.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Mario Christian Sumampow)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.