MK Minta KPU Serahkan Semua Hasil Rekapitulasi Berjenjang di Kecamatan: Kami Cek Kebenaran Suara Itu
MK meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membawa bukti rekapitulasi berjenjang tingkat kecamatan dan diserahkan ke Majelis Hakim Konstitusi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membawa bukti rekapitulasi berjenjang tingkat kecamatan dan diserahkan ke Majelis Hakim Konstitusi (MK).
Tujuan penyerahan bukti rekapitulasi ini untuk melihat permasalahan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dituduh sebagai alat kecurangan oleh kubu pemohon yakni pasangan calon Pilpres 2024 nomor urut 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar maupun Tim Hukum Ganjar Pranowo - Mahfud MD.
Nantinya MK secara mandiri akan memeriksa bukti rekapitulasi berjenjang tersebut.
“Kami punya instrumen lain untuk mengecek kebenaran suara itu. Tadi kan kita sudah minta KPU menyerahkan semua bukti rekap di tingkat kecamatan. Nanti kita akan lihat di situ,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Baca juga: Pengacara 01 dan 02 Saling Sindir di Sidang MK, Refly Harun Kesal Dikatain Ngeyel oleh Hotman Paris
Di sisi lain MK juga menolak usulan dari Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis yang meminta konfrontasi antara saksi perihal penghitungan manual dan Sirekap.
Todung meminta demikian untuk melihat data yang benar.
Namun, MK menyatakan konfrontir antar saksi tidak memungkinkan, karena persidangan sengketa hasil Pilpres ini bersifat speedy trial atau pemeriksaan cepat.
Baca juga: Sidang MK Sempat Memanas saat Kubu AMIN Debat Lawan Ahli KPU soal Kesalahan Input Data Sirekap
“Jadi memang kemungkinan untuk konfrontasi tidak memungkinkan karena tadi pak Mulya meminta ada konfrontir. Nah tidak memungkinkan karena ini speedy trial,” jelas Saldi.
Sebelumnya dalam persidangan yang sama, Todung mengusulkan MK untuk bisa mengonfrontasi saksi-saksi dalam satu pemeriksaan.
Hal ini karena tim hukum Ganjar-Mahfud menilai ada perbedaan-perbedaan interpretasi dari masing-masing ahli dan saksi fakta.