Pakar Hukum Nilai Keterangan 4 Menteri Jokowi Bisa Perkuat Bukti Dugaan Politisasi Bansos Pilpres
Menurut dia, pemanggilan empat orang menteri itu merupakan kemajuan di dalam proses persidangan PHPU, karena sebelumnya belum pernah dilakukan MK.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Charles Simabura mengapresiasi kebijakan Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan 4 menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) untuk memberikan keterangan pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Menurut dia, pemanggilan empat orang menteri itu merupakan kemajuan di dalam proses persidangan PHPU, karena sebelumnya belum pernah dilakukan MK dan keterangan para menteri akan memperkuat bukti dugaan bantuan sosial (bansos) untuk pemenangan salah satu paslon pada Pilpres 2024.
Baca juga: Kubu 03 Minta Kapolri Hadir di Sidang Sengketa Pilpres, Ini Reaksi MK, Yusril, hingga Listyo Sigit
Pemanggilan para menteri didasarkan pada kepentingan delapan hakim konstitusi, bukan karena permohonan para pemohon, dalam hal ini paslon nomor 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Belum pernah terjadi. Justru di situ hakim MK sangat terbuka, mereka membutuhkan alat bukti lain untuk meyakinkan atas dalil-dalil permohonan dan derajat kesaksian dari saksi yang dihadirkan hakim lebih kuat, karena saksi akan lebih netral,” kata Charles di Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Ia memberi keterangan dalam kapasitasnya sebagai ahli pada sidang PHPU kemarin, menegaskan bahwa saksi yang dihadirkan pemohon akan cenderung pro kepada pemohon atau keterangan saksi akan menguatkan dalil pemohon.
“Ini berbeda. Kalau hakim memanggil saksi karena merasa ada persoalan, tanpa memperhatikan dalil. Pemohon mau hadirkan menteri tidak mudah,” kata Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Baca juga: Di Sidang MK, Saksi KPU Bantah Lokasi Server Sirekap Ada di Singapura
Bansos dan TSM
Charles menjelaskan, pemanggilan para menteri terkait dugaan kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif (TSM) dari aparat untuk mengkonfirmasi apakah kebijakan dan politik anggaran yang lahir untuk memenangkan paslon nomor 02 Prabowo-Gibran, baik secara normatif dan empiris.
Hakim MK akan menggali kebijakan, ketentuan dan praktik kebijakan seperti apa yang dilakukan pemerintah dalam bansos dan anggaran, sehingga akan diketahui apakah ada penyimpangan atau tidak.
“Saya rasa bansos akan menjadi hal utama, sejauh mana manipulasi dan pemenangan terhadap paslon 02,” lanjut Charles.
Dia menegaskan, keterangan para menteri menjadi alat bukti dan menjadi momen untuk menguji bansos dari segi dasar hukum, ketentuan, sumber dana dan pendistibusiannya.
Pada sidang PHPU, Selasa (2/4/2024), Guru Besar Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Didin S Damanhuri menyebut terjadi lonjakan nilai bansos tahun 2024, padahal angka kemiskinan turun, inflasi terkendali di bawah 3 persen dan dampak El Nino berkurang.
Normalnya, ujar Didin, nilai bansos akan menurun sesuai kondisi perekomomian yang membaik layaknya tahun 2020 hingga 2023 ada penurunan, namun tiba-tiba tahun 2024 melonjak jumlahnya nyaris Rp500 triliun atau tepatnya Rp 496,8 triliun. Jumlah ini ditambah automatic adjustment dari anggaran kementerian sekitar Rp50 triliun, sehingga total lebih dari Rp 500 triliun.
“Ini adalah jumlah penggelontoran bansos tak berpreseden sejak 1998 atau sepanjang sejarah,” ujarnya.
Baca juga: Mengapa Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Panggil Kapolri di Sidang? Tak Cukupkah 4 Menteri Jokowi?
Diketahui, MK akan memanggil Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Selain itu, MK juga akan menghadirkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketua MK Suhartoyo yang merupakan Ketua Majelis Hakim Pleno dalam sidang kedua PHPU Presiden 2024 yang berlangsung pada Senin (5/4/2024), menepis anggapan bahwa MK menghadirkan para menteri tersebut atas permohonan para Pemohon baik Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Dia menegaskan, pemanggilan untuk kepentingan hakim.
“Sebagaimana diskusi (Rapat Permusyawaratan Hakim/RPH), universalnya kan badan peradilan yang sifatnya interparties (mengikat para pihak) itu, kemudian nuansanya menjadi keberpihakan kalau mengakomodasi pembuktian-pembuktian yang diminta oleh salah satu pihak. Jadi, ini semata-mata untuk kepentingan para hakim,” tegas Suhartoyo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.