MK Putuskan Parpol Tanpa Kursi DPRD Bisa Ajukan Cagub, Petrus: Gairahkan Kembali Demokrasi Indonesia
Selama hampir 10 tahun Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia, selama itu pula demokrasi dirusak sehingga menjadi layu bahkan mati suri.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama hampir 10 tahun Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia, selama itu pula demokrasi dirusak sehingga menjadi layu bahkan mati suri.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan partai politik yang tak punya kursi di DPRD mengajukan calon gubernur (cagub), maka demokrasi di Indonesia akan tumbuh, bersemi dan bergairah kembali.
Putusan MK tersebut juga membunuh ambisi Presiden Jokowi untuk memperluas hegemoninya dalam percaturan politik nasional, seperti menginginkan cagub melawan kotak kosong, serta membatasi Jokowi untuk memperluas dinasti politiknya.
Demikian Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus SH di Jakarta, Selasa (20/8/2024) siang.
Beberapa saat sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
MK menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Putusan terhadap Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Adapun isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu sebagai berikut:
"Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU No 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya.
MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada sebelumnya.
Petrus Selestinus menilai, Putusan MK di atas membuat demokrasi Indonesia kembali bergairah, sekaligus membunuh ambisi Jokowi untuk memperluas wilayah hegemoninya lewat Pilkada melawan kotak kosong. "Ambisi itu luluh-lantak dan berantakan tak berbekas," cetusnya.
Kini, kata Petrus, Jokowi tidak bisa lagi memborong parpol-parpol untuk mendukung calon tertentu, karena bahkan parpol yang tak punya kursi di DPRD pun bisa mengajukan cagub. "Ambisi Jokowi untuk memperluas dinasti politiknya bisa dihentikan," tegas Petrus.
Putusan itu, kata Petrus, juga sekaligus sebagai langkah MK memperbaiki citranya sebagai pengawal konstitisi yang nyaris hancur akibat Putusan No 90/2023 dan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang penuh nuansa dinasti politik dan nepotisme.