Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Nilai PDIP Siap Lawan KIM Plus di Jakarta setelah Putusan MK

PDIP siap melawan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Pilkada Jakarta 2024 mendatang, pengamat menyebut duet Anies-Ahok kini semakin terbuka lebar.

Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Pengamat Nilai PDIP Siap Lawan KIM Plus di Jakarta setelah Putusan MK
Kolase Tribunnews
Dua mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kiri) dan Anies Baswedan (kanan). PDIP siap melawan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Pilkada Jakarta 2024 mendatang, pengamat menyebut duet Anies-Ahok kini semakin terbuka lebar. 

TRIBUNNEWS.COM - PDI Perjuangan (PDIP) siap melawan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dalam Pilkada Jakarta 2024 mendatang setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas persentase perolehan suara partai untuk pencalonan kepala daerah.

Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah,

Selain itu, berkat putusan MK tersebut, duet Anies Baswedan dan Buski Tjahaja Purnama alias Ahok juga dinilai Dedi makin terbuka lebar.

Apalagi, Anies dan Ahok disebutkan masih menjadi dua sosok terkuat di Jakarta hingga saat ini.

"Keputusan MK ini membuka peluang PDIP untuk maju melawan KIM Plus, sekaligus membuka peluang duet Anies-Ahok, karena dua tokoh ini yang terkuat saat ini," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/8/2024).

Meski sama-sama pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies dan Ahok masih bisa ikut dalam kontestasi Pilkda Jakarta 2024.

Dedi mengatakan alasannya karena keduanya hanya pernah menjabat selama satu periode saja.

Berita Rekomendasi

"Anies dan Ahok tidak terganjal regulasi terkait syarat calon, yakni tidak diizinkan pernah menjabat gubernur dua periode berturut. Anies dan Ahok baru satu periode menjabat," ujar Dedi.

Sementara itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 73/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024), berkata sebaliknya.

Dalam putusan, MK menegaskan larangan kepala daerah "turun kasta" menjadi calon wakil kepala daerah pada pilkada yang sama.

Dalam hal ini, orang yang pernah menjabat sebagai gubernur tidak dapat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur pada daerah yang sama.

Dengan demikian, Anies dan Ahok yang sama-sama pernah menjabat gubernur Jakarta tak bisa mencalonkan diri sebagai cawagub di Pilkada Jakarta. Begitu pula bupati dan wali kota, tidak dapat maju sebagai wakil bupati atau wakil wali kota pada daerah yang pernah ia pimpin.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa norma tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.

"(Jika pemohon) benar-benar ingin berpartisipasi membangun daerah dengan cara mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah, para pemohon seharusnya berupaya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhambat oleh ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf o UU 10/2016 (tentang Pilkada)," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 73/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024).

Baca juga: DPP PDI Perjuangan Gelar Rapat Bahas Putusan MK, Ahok: Mengubah Seluruh Peta Pencalonan Se-Indonesia

PDIP Sambut Gembira Putusan MK

DPP PDIP pun menyambut positif putusan MK itu karena berarti partai berlogo banteng tersebut bisa bertarung tanpa perlu berkoalisi.

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menilai putusan MK itu harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki parpol yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi "kotak kosong".

Hal tersebut, menurut Deddy, memberikan dampak positif untuk parpol dan rakyat sendiri.

Rakyat pun bisa lebih mempertimbangkan siapa pemimpin yang pantas karena banyak calon yang diajukan.

"Putusan ini harus dipandang positif sebab memastikan hadirnya lebih dari 1 pasang calon dalam pemilukada di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi," kata Deddy kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

"Semakin banyak calon tentu makin banyak pilihan pemimpin yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat. Dan itu baik bagi rakyat dan parpol, tetapi buruk bagi oligarki dan elite politik yang antidemokrasi," sambung dia.

Deddy menganggap keputusan MK itu merupakan kabar baik dan menggembirakan karena selama ini ada upaya penguasa dan antek-anteknya yang berusaha memojokkan PDIP.

Karena itu, PDIP tidak bisa mencalonkan di banyak daerah.

"Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya," ungkapnya.

Sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora, MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

(Tribunnews.com/Rifqah/Fransiskus Adhiyuda) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas