Jokowi Anggap Biasa soal Baleg DPR Tolak Putusan MK: Itu Proses Konstitusional
Presiden Jokowi menganggap biasa Baleg DPR yang menolak putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengomentari soal Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah.
Jokowi mengatakan, sebagai warga negara Indonesia, harus menghormati keputusan dari Baleg DPR RI dan MK.
"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (21/8/2024), dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Menurutnya, langkah Baleg DPR RI yang menganulir putusan MK adalah proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga negara Indonesia.
"Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," pungkasnya.
Sebelumnya, pada Selasa (20/8/2024), MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/non-partai, sebagaimana menurut Pasal 41 dan 42 Undang-undang Pilkada.
Tak hanya itu, MK menegaskan syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sehari setelah putusan MK itu dikeluarkan, Rabu (21/8/2024), Baleg DPR RI langsung mengadakan rapat membahas revisi Undang-undang Pilkada.
Dalam rapat bersama Panitia Kerja (Panja), Baleg DPR RI mengubah putusan MK, dengan hanya memberlakukan syarat ambang batas pengusungan calon di Pilkada bagi partai yang tidak lolos DPRD.
Sementara, terkait batas usia pencalonan kepala daerah, Baleg DPR RI menolak menjalankan putusan MK, dan justru mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang kontroversial.
Syarat batas usia berdasarkan putusan MA itu telah tertuang dalam Pasal 15 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Baca juga: 7 Fakta Jokowi di Munas Golkar, Bicara Putusan MK, Puji Airlangga, hingga Beri Pesan untuk Bahlil
Bunyi pasal tersebut adalah, "Syarat berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d terhitung sejak pelantikan Pasangan Calon terpilih."
BEM SI Akan Unjuk Rasa di DPR RI
Langkah Baleg DPR RI terkait revisi UU Pilkada yang dilakukan Rabu kemarin, bakal disahkan dalam rapat paripurna, Kamis (22/8/2024) hari ini.
Terkait hal itu, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis pagi.
Hal ini telah dikonfirmasi oleh Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal.
"(Aksi unjuk rasa) besok," kata Satria, Rabu malam.
Ia menyerukan kepada seluruh kampus di 14 wilayah dan juga lapisan masyarakat untuk melakukan aksi di wilayan masing-masing.
Lebih lanjut, Satria mengatakan, bagi wilayah Jakarta, bisa merapatkan barisan aksi bersama BEM SI di depan Gedung DPR RI.
"Bergabung pada aksi massa di DPR RI untuk kampus dan masyarakat sekitar Jakarta pada Kamis, 22 Agustus 2024," jelasnya.
Anies Baswedan Ikut Doa Bersama
Sementara itu, mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menghadiri doa bersama di Kampung Muka, Balokan, dan Kunir, Jakarta, Rabu malam.
Baca juga: Peringatan Darurat dan Kawal Putusan MK Merajai Trending Topik, Presiden Jokowi Panik?
Doa bersama itu digelar untuk mendoakan agar demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik.
Anies berharap, demokrasi bisa dikembalikan menjadi kepentingan rakyat.
Ia juga meminta rakyat untuk mengawal demokrasi demi Indonesia.
"InsyaAllah kita bisa kembalikan demokrasi kita menjadi terang lagi, dan pesan-pesannya saya lihat tadi di spanduk ada yang kawal terus demokrasi demi NKRI, satukan suara demi anak cucu kita," tutur Anies, Rabu.
Anies juga mengapresiasi warga kampung yang tak tinggal diam jika ada pihak-pihak yang mengganggu kedaulatan rakyat.
Ia menyebut, bangsa ini berhadapan dengan sekelompok pihak yang mengatur sedemikian rupa agar rakyat tak memiliki kesempatan memilih calon pemimpin yang diinginkan.
Baca juga: Kedudukan Putusan MK dalam Pembahasan RUU Pilkada
"Jadi hari-hari ini kita ada di persimpangan jalan, karena yang disebut sebagai demokrasi itu di mana rakyat bisa menentukan pilihannya."
"Hari ini ada sekelompok orang yang mengatur pilihan untuk rakyat, sehingga rakyat tak diberikan kesempatan (untuk memilih sesuai yang diinginkan)," tegas Anies
"Hal itu artinya demokrasi tidak berjalan dengan seharusnya, ini (doa bersama) pesan insyaAllah akan bergaung ke seluruh Jakarta dan Indonesia."
"Mari kembalikan demokrasi kita yang sesungguhnya, biarkan rakyat yang menentukan arah, bukan ditentukan sekelompok apalagi satu dua orang yang menentukan," imbuh dia.
Terakhir, Anies mengajak warga kampung melalui ikhtiar doanya ini dapat dilancarkan dalam perjuangan untuk mengembalikan demokrasi menjadi yang lebih baik
"Mari berjuang bersama, mari ikhtiarkan sama-sama, Ibu/Bapak di sini memulai dengan doa, InsyaAllah ada yang dengan doa, lisan bahkan langsung ikut dalam perjuangan di lapangan, semoga itu dicatat sebagai amal soleh untuk kita semua," pungkas Anies.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ibriza Fasti/Yohanes Liestyo/Rahmat Fajar)