Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Dinilai Wajar Ikuti Putusan MK dan Tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Paslon Pilpres

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Bawaslu dan DKPP terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90)

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
zoom-in KPU Dinilai Wajar Ikuti Putusan MK dan Tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Paslon Pilpres
TRIBUNNEWS
Kolase foto nomor urut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah ditetapkan oleh KPU, Selasa (14/11/2023). Nomor urut 1 untuk pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 untuk pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, dan nomor urut 3 untuk pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Bawaslu dan DKPP terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. 

Dari putusan itu, KPU bisa menetapkan pasangan Prabowo-Gibran menjadi capres-cawapres.

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dihadapkan pada situasi yang serba salah. Menurutnya, putusan MK itu juga harus membuat KPU melakukan perubahan terhadap PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

"Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini diperhadapkan pada situasi yang serba salah pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Fernando kepada wartawan, Jumat (24/11/2023)

Dia mengatakan, putusan tersebut dibacakan oleh MK pada saat anggota DPR RI sedang masa reses. 

Sedangkan, putusan MK membuat suatu perubahan atas persyaratan calon presiden dan wakil presiden.

"Sehingga KPU juga harus melakukan perubahan terhadap PKPU Nomor 19 Tahun 2023," ucapnya.

Berita Rekomendasi

Padahal, untuk melakukan perubahan PKPU, KPU harus melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR RI dan semua pihak terkait untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dan menyetujui perubahan PKPU pada tanggal 31 Oktober 2023. 

Akan tetapi, kata Fernando, batas akhir pendaftaran pasangan capres dan cawapres adalah tanggal 25 Oktober 2023.  

Sehingga wajar jika KPU mengubah PKPU yang menyesuaikan keputusan MK.

"Sehingga sangat wajar kalau pada akhirnya KPU mengalami beberapa gugatan terkait dengan diterima dan diloloskannya pasangan Prabowo - Gibran," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia berpesan, Bawaslu sebaiknya menindaklanjuti laporan dari masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi secara bijak dan mengedepankan prinsip keadilan.

"Demi terwujud pemilu yang jujur dan adil bagi semua serta berdasarkan hukum yang berlaku," pungkasnya.

Sebelumnya, 3 aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2023)

Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

"Kami ke DKPP itu untuk mengajukan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU. Terkait penerimaan berkas dan penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024," ujar Advokat TPDI 2.0, Patra M Zen di kantor DKPP.

Sementara, Masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

Amunisi Peduli Demokrasi menilai KPU mendukung putusan MK yang tidak mencerminkan nilai demokrasi melalui penerbitan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023.

"Kami meminta kepada Bawaslu untuk bersikap responsif dan menindaklanjuti terhadap segala bentuk kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam tahapan pembentukan regulasi oleh KPU RK, khususnya dalam pembentukan PKPU 23/2023 yang mengandung cacat hukum serius," kata Ketua Tim Advokasi Amunisi Peduli Demokrasi Kurnia Saleh di Kantor Bawaslu, Jakarta.

PKPU Nomor 23 Tahun 2023 dinilai menjadi potret penegasan posisi KPU, dan aturan tersebut dianggap cacat formal dan substansial. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas