Polda Metro Periksa 18 Terduga Pemerasan TKI di Bandara Soekarno-Hatta
Sebanyak 18 orang yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Bandara Soekarno-Hatta
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 18 orang yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Bandara Soekarno-Hatta, saat ini diperiksa di Polda Metro Jaya.
18 orang ini sebelumnya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Reserse Kriminal Mabes Polri saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jumat (25/7/2014) malam sampai Sabtu (26/7/2014) dini hari.
"Semuanya sedang diperiksa di Jatanras Polda Metro Jaya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto.
Ke 18 orang tersebut sudah didata dan masih diperiksa intensif terkait keberadaanya di Bandara termasuk juga peranannya.
"Hingga saat ini pemeriksaan masih terus berlangsung," kata Rikwanto.
Untuk diketahui, dari 18 orang yang diamankan itu di antaranya ada seorang anggota TNI Angkatan Darat dan dua anggota Polri.
"Sisanya adalah preman dan calo. Kami juga mengamankan seorang korban warga negara asing," kata Ketua KPK Abraham Samad, Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Sabtu (26/7/2014) dini hari.
Aksi sidak ini juga bekerja sama juga dengan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Angkasa Pura II.
Menurut Abraham, sidak dilakukan terhadap sistem, prosedur dan sumber daya dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh BNP2TKI serta terhadap pengelolaan sistem keamanan di Bandara Soekarno-Hatta.
"TKI kita sudah bersusah payah di negeri orang, di sini para pelaku itu justru memerasnya," kata Abraham.
Sementara itu, Kabareskrim Komjen Suhardi Alius menyatakan dari hasil penangkapan itu akan ditentukan tindak pidana dan pasal yang diterapkan pada para pelaku.
"Kami lihat kesalahannya, kalau ada unsur-unsur pemerasan, kita akan tindak lanjuti. Ini kan titik awal, kita akan lacak lagi," kata Suhardi.